Kamis, 24 November 2011

soft skill

REVIEW WALL-E
ada awal abad ke-22, sebuah perusahaan "raksasa" Buy N Large (BnL) menguasai
perekonomian di Bumi, termasuk pemerintahan. Akibat dipenuhi sampah yang tidak
didaur-ulang, maka Bumi menjadi sangat tercemar oleh sampah-sampah elektronik,
sehingga kelangsungan hidup manusia menjadi terancam. Untuk mencegah kepunahan
manusia, Shelby Forthright (Fred Willard) selaku CEO Buy N Large, melakukan
pengungsian massal dari Bumi selama lima tahun di atas armada kapal luar angkasa eksekutif
bernama axiom yang menyediakan setiap keperluan manusia, dan dilengkapi dengan robotrobot
yang semuanya berjalan secara otomatis untuk melayani kebutuhan manusia.
Ratusan-ribu unit robot penghancur sampah yang dinamai dengan WALL•E ditinggalkan di
Bumi untuk membersihkan Bumi. Robot-robot tersebut diprogram untuk memadatkan dan
menumpuk sampah-sampah elektronik yang telah memenuhi seluruh daratan di Bumi, agar
memudahkan untuk peleburan. Tumpukan sampah-sampah elektronik telah dipadatkan dan
dikumpulkan oleh robot-robot WALL•E, tumpukan sampah tersebut telah setinggi gedung
pencakar langit. Namun, proyek ini dibatalkan karena Forthright memperkirakan bahwa pada
tahun 2110 Bumi sudah terlalu tercemar dan sudah tidak memungkinkan untuk dihuni oleh
manusia. Pada tahun 2815, kira-kira 700 tahun kemudian, hanya satu WALL•E yang masih
berfungsi.
Berabad-abad kehidupan telah dilalui oleh WALL•E, sehingga ia memiliki kecerdasan yang
lebih baik dan rasa keingin-tahuan. Ia gemar mengoleksi barang-barang yang menarik di
tumpukan sampah yang memenuhi Bumi, mengambil onderdil untuk suku cadangnya dari
WALL•E lain yang sudah tidak aktif. Ia sering menonton film musikal tahun 1969 yang
berjudul Hello, Dolly! dari kaset video. Video lainnya yang ia nikmati adalah Put on Your
Sunday Clothes, dan adegan berpegangan tangan dalam video "It Only Takes a Moment"
yang mengajarnya memiliki perasaan.
Pada suatu hari, WALL•E menemukan sebuah bibit tumbuhan, lalu menanamnya dalam
sebuah sepatu usang. Tidak lama kemudian, sebuah kapal luar angkasa mendarat di Bumi dan
mengeluarkan EVE (Elissa Knight), sebuah robot perempuan yang dikirim oleh pesawat
raksasa yang bernama Axiom, ia diprogramkan untuk mencari tanda-tanda kehidupan flora di
Bumi. WALL•E jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya, EVE juga mengagumi
kepribadian WALL•E. Sungguh disayangkan, ternyata cinta WALL•E tidak terbalaskan,
karena EVE diprogramkan untuk mencari keberadaan tumbuhan di Bumi. Saat WALL•E
menunjukkan bibit tumbuhan yang ditemukannya kepada EVE, EVE menyimpan bibit itu ke
dalam tubuhnya, setelah itu EVE menjadi non-aktif secara otomatis. WALL•E berusaha
melindungi tubuh EVE yang tidak berstatus non-aktif sampai EVE diambil kembali oleh
pesawat yang mengantarnya ke Bumi. Dengan rasa gelisah dan panik, WALL•E mengejar
pesawat itu. WALL•E berhasil menyusup ke dalam pesawat Axiom.
Setelah berabad-abad hidup dalam mikrogravitasi, manusia di pesawat Axiom banyak
kehilangan kalsium, sehingga membuat mereka menjadi sangat gemuk dan tidak mampu
berdiri atau berjalan. Aktivitas manusia sepenuhnya dilayani oleh robot. Pilot pesawat Axiom
adalah Kapten B. McCrea (Jeff Garlin) juga memerintahkan segala tugasnya kepada sistem
autopilot pesawat yang bernama AUTO (suara program MacInTalk). Saat WALL•E
mengikuti EVE ke dalam kapal, kelakuannya yang tidak biasa, menyebabkan manusia dan
robot bertindak tidak seperti biasanya. Khususnya M-O, robot dekontaminasi yang
diprogramkan untuk membersih setiap pencemaran di dalam pesawat , ia mengejar WALL•E
P
supaya ia dapat membersihkan kotoran asing yang bersumber dari Bumi, dan dua orang
manusia bernama John (John Ratzenberger) dan Mary (Kathy Najimy) yang sebelumnya
hanya melihat melalui media elektronik berupa monitor, sehingga mereka melihat
pemandangan secara langsung karena WALL•E membuat mereka terlepas dari monitor yang
terpasang di tempat duduk mereka.
Setelah sampai di dalam pesawat, EVE diaktifkan kembali dan diprogram untuk mengantar
bibit tadi kepada McCrea agar diletakkan dalam alat pendeteksi yang dinamai holo-detector.
Alat tersebut adalah sebuah mesin pendeteksi yang berfungsi memberikan informasi bahwa
manusia dapat kembali hidup di Bumi, dan akan mengembalikan manusia ke Bumi secara
otomatis setelah mendeteksi bibit tadi yang merupakan pedoman yang memungkinkan
manusia untuk kembali hidup di Bumi. Sewaktu akan mendeteksi tumbuhan yang terdapat
dalam tubuh EVE, bibit itu hilang. EVE dianggap telah rusak dan dikirim ke bagian
perbaikan robot bersama WALL•E. Saat EVE diperiksa, WALL•E menyangka EVE akan
dihancurkan oleh mesin pemeriksa tersebut, lalu ia merampas senjata plasma EVE dan
menembakkannya, sehingga membebaskan robot-robot rusak lainnya di ruang perbaikan.
Tindakan WALL•E menjadi ancaman bagi setiap penghuni pesawat Axiom, EVE dan
WALL•E menjadi buronan yang dianggap robot berbahaya. EVE yang tidak tahan dengan
sikap WALL•E, mencoba mengantarnya kembali ke Bumi dengan menggunakan sebuah
kabin.
Saat asisten utama McCrea (GO-4) tiba dan menyimpan bibit yang hilang itu ke dalam kabin;
GO-4 yang mencurinya tanpa diketahui McCrea. Melihat bibit tersebut, WALL•E memasuki
kabin tempat diletaknya bibit tersebut. GO-4 akan menghancurkan kabin tersebut dengan
mengaktifkan program penghancuran secara otomatis sehingga akan meledak setelah
hitungan mundur 20 detik. Saat itu WALL•E berada di dalam kabin tersebut, namun
WALL•E berhasil meloloskan diri bersama bibit itu sedetik sebelum musnahnya kabin tadi.
EVE lega karena WALL•E menyelamatkan bibit itu dan mereka terbang dengan bahagianya
di angkasa sekitar pesawat Axiom.
EVE dan WALL•E mengembalikan bibit itu kepada McCrea. Kapten McCrea ingin
mengetahui bagaimana keadaan Bumi pada saat ini, lalu McCrea memutar rekaman yang
direkam oleh kamera yang terpasang pada EVE, yang membuat EVE menyaksikan usaha
WALL•E melindunginya ketika ia dalam status non-aktif. Akhirnya, EVE juga jatuh cinta
pada WALL•E. Terpesona oleh gambar-gambar kehidupan zaman dulu di Bumi sebelum
berdirinya Buy N Large, McCrea perihatin melihat kerusakan alam di Bumi yang
digambarkan dalam rekaman EVE. Kemudian McCrea merencanakan agar manusia kembali
ke Bumi untuk memulihkan segalanya. Namun, AUTO menegaskan bahwa manusia tidak
boleh kembali ke Bumi, lalu ia terpaksa menampilkan tayangan berupa rekaman Shelby
Forthright yang memerintahkan semua autopilot agar tidak mengembalikan manusia ke
Bumi, karena proyek pembersihan yang diusahakan telah gagal. AUTO yang dirancang untuk
menuruti perintah tersebut, memberontak dan membuang bibit tumbuhan tersebut. Dalam
memperebutkan bibit itu, AUTO dengan ganasnya menyerang WALL•E yang mencoba
melindungi bibit itu dan menekan tombol non-aktif di badan EVE. WALL•E dan EVE
dibuang ke tempat pembuangan sampah bersamaan dengan bibit tadi, dan mengunci McCrea
di dalam kamarnya.
Di tempat pembuangan sampah, EVE kembali aktif setelah sebuah tombol yang ada di dada
EVE tersentuh oleh serangga. EVE berusaha mencari WALL•E, setelah menemukannya
EVE melihat WALL•E telah rusak berat. Ia berusaha memperbaiki WALL•E, tapi usahanya
sia-sia karena tidak ada komponen tubuh WALL•E yang cocok dengan yang ia temukan.
Pada saat proses pembuangan sampah diaktifkan, gerbang pembuangan terbuka. Saat itu juga
datang M-O yang mengejar WALL•E karena ingin membersihkan kotoran asing yang
melekat di tubuh WALL•E. Kemudian M-O terjepit gerbang yang tertutup setelah sampah
beserta WALL•E dan EVE dikeluarkan dari tempat pembuangan. Gerbang tidak sepenuhnya
tertutup karena M-O terjepit pada gerbang saat mengejar WALL•E untuk membersihkan
kotoran asing. Kesempatan ini digunakan oleh EVE untuk menyelamatkan diri dari
pembuangan.
Setelah berhasil menyelamatkan diri dari tempat pembuangan sampah dengan bantuan M-O,
EVE menolak perintah otomatis yang telah diprogramkan untuk membawa bibit ke pesawat.
Ia masih berusaha untuk memperbaiki WALL•E, tapi WALL•E berharap EVE menuruti
perintah tersebut sambil mengingatkan EVE jika seandainya mereka berhasil kembali ke
Bumi, WALL•E dapat diselamatkan dengan suku cadang yang disimpannya.
WALL•E dan EVE membawa bibit tadi untuk diletakkan di mesin pendeteksi yang ada di
pesawat Axiom dengan bantuan M-O. Mereka berdua dibantu McCrea yang menyuruh
mereka agar cepat ke mesin pendeteksi tersebut, mereka juga dibantu robot-robot rusak yang
membantu mereka dengan melawan robot-robot penjaga. McCrea membohongi AUTO
dengan mengatakan bahwa bibit itu ada padanya, dengan mengelabui AUTO melalui visual
dari monitor. Kemudian AUTO mendatangi McCrea, lalu mereka berkelahi. McCrea berhasil
mengaktifkan mesin pendeteksi, mengakibatkan AUTO memiringkan posisi Axiom,
mengakibatkan manusia-manusia yang tidak dapat berjalan menjadi berjatuhan dan
tertumpuk di sudut pesawat. Auto mencoba menutup mesin pendeteksi tersebut, namun
ditahan WALL-E dengan mengorbankan tubuhnya. McCrea berusaha untuk berdiri dan
berjalan untuk mendekati dan mengalahkan AUTO. Pada saat perkelahian dengan AUTO,
McCrea melihat tombol merah yang terbuka di bagian tubuh AUTO. Lalu McCrea menekan
tombol tersebut, sehingga AUTO yang merupakan pengendali pesawat Axiom menjadi
berstatus manual. McCrea dapat dengan sepenuhnya mengendalikan AUTO, dan
mengembalikan posisi Axiom ke posisi semula. Akhirnya, bibit berhasil dimasukkan ke
dalam mesin pendeteksi (holo-detector), dan melepaskan WALL•E yang bertambah rusak
karena terjepit mesin pendeteksi yang akan menutup. Setelah bibit tadi dimasukkan ke dalam
holo-detector, pesawat Axiom menuju ke Bumi dengan kecepatan cahaya.
Setelah mendarat di Bumi, EVE bergegas memperbaiki dan menghidupkan kembali
WALL•E dengan menggunakan suku cadang yang ada di tempat tinggal WALL•E.
Sayangnya, WALL•E telah rusak berat dan hampir semua komponennya ditukar oleh EVE
dengan yang baru. Meskipun WALL•E telah diperbaiki dengan sempurna, tapi WALL•E
bukanlah WALL•E yang dikenal EVE. WALL•E telah menjadi WALL•E yang diprogram
untuk mengerjakan tugasnya dan tidak memiliki perasaan dan ingatan yang dimiliki
WALL•E yang EVE kenal. EVE sedih karena WALL•E yang dicintainya sudah tiada, EVE
memegang tangan WALL•E lalu menempelkan kepalanya ke kepala WALL•E (bermakna
ciuman). Percikan listrik dari “ciuman” tadi memulihkan ingatan dan kepribadian WALL•E,
lalu dia dapat mengingat EVE dan bahagia karena dapat berpegangan tangan dengan EVE.
Manusia dan robot bekerjasama dalam memperbaiki kehidupan di Bumi dengan harapan
baru, di bawah pimpinan McCrea. Akhirnya, kehidupan yang normal dapat dinikmati kembali
oleh manusia. Seiring waktu dan kerjasama manusia dengan robot, Bumi kembali normal
seperti sedia kala. Mengenai kelanjutan kehidupan manusia beserta para robot di Bumi, dapat
dilihat pada lukisan-lukisan yang terdapat pada kredit penutup dalam film animasi ini.
HOMO HOMINI LUPUS DAN HOMO HOMINI SOCIAL
“Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya” atau juga disebut “Homo homini Lupus ”
istilah ini pertama kali di kemukakan oleh plautus pada tahun 945,yang artinya sudah lebih
dari 1500 tahun dan kita masih belum tersadar juga. di jaman sekarang ini sangat sulit
Menjadikan Manusia seperti seorang manusia pada umumnya,sepertinya istilah ini masih
tetap berlaku sampai sekarang.
Ungkapan “homo homini lupus” (manusia adalah serigala bagi manusia lain) dipopulerkan
oleh Thomas Hobbes, seorang filsuf dari Inggris, untuk menggambarkan situasi masyarakat
yang diwarnai oleh persaingan dan peperangan. Siapa pun bisa menjadi musuh. Manusia
yang satu bisa “memakan” dan mengorbankan manusia lain demi tujuan yang ingin dicapai.
“Bellum omnium contra omnes” (perang semua melawan semua). Kebenaran pendapat
Hobbes itu masih dapat kita jumpai dalam situasi kita saat ini. Kita merasakan bahwa situasi
persaingan itu semakin menguat. Apalagi di era globalisasi yang ditopang oleh sistem pasar
bebas. “Kalau mau tetap eksis, harus berani bersaing dengan yang lain” itulah jargon yang
seringkali dimunculkan. Di antara negara-negara, persaingan itu sangat kentara.
Perusahaanperusahaan trans-nasional bertebaran di mana-mana. Yang punya modal kuat bisa
bertahan dan
bahkan makin mendulang keuntungan. Sementara yang modalnya kecil kandas di tengah
jalan. Situasi persaingan itu tidak hanya terjadi antar institusi. Persaingan antar individu pun
terjadi.
Tidak bisa dipungkiri Hidup di dalam suatu negara sangat di butuhkan sosialisasi karena kita
tidak dapat Hidup dengan sendirinya tanpa ada manusia lain.Apalagi seperti keadaan
sekarang ini kita Hidup di jaman yang serba susah .Demi mempertahankan hidup itu sendiri
kita rela melakukan apa saja Mulai dari yang halal sampai yang Haram, tentunya semua itu
kita lakukan untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.Untuk mewujudkan itu
semua memang tidak mudah dimana kita harus menghadapi berbagai konflik yang akan
memicu lahirnya sikap saling mangsa Dan disinilah Peran Hati nurani & ego sangat
dibutuhkan.
gambaran manusia di jaman sekarang ini sangatlah mengerikan dari segi sikap dan perbuatan
terkadang lebih keji dari pada hewan yang paling buas sekalipun,saling sikut,saling berebut
saling tikam bahkan saling memangsa layaknya serigala yang buas siap menerkam
mangsanya demi sebuah kepuasan (ambisi).
sebagai contoh yang terjadi di dalam kehidupan kita seperti tindakan kekerasan,mulai dari
perkelahian ,pembunuhan,pemerkosaan,serta aksi teror pemboman yang sedang trend di
negara kita dan perang dunia yang memungkinkan akan terjadi lagi. Apakah itu disebut
manusia ? Tidak. Kenapa tidak? Karena itu semua manusia yang melakukanya dan dilakukan
terhadap manusia juga ? entahlah..’
Pengakuan sebagai umat beragamapun yang telah patuh terhadap ajaranya kerap kali sebagai
alasan tindakan kekerasan bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Banyak pelaku
kekerasan seperti tersebut menyatakan ini masalah iman, masalah Tuhan atau masalah
kebenaran (kebenaran yang ditafsirkan manusia itu sendiri).
HOMO homini lupus. Artinya, manusia menjadi serigala bagi sesamanya. Mungkin ucapan
itu berlebihan. Mungkin juga ada benarnya. Bukankah kadang-kadang kita berperilaku seperti
serigala terhadap orang lain: mengancam, menakut-nakuti, membentak, menjebak,
memperdaya, mendengki dan merebut.
Kalau dipikir, sebenarnya mengerikan jika kita bersifat seperti serigala. Licin dan licik, kejam
dan keji, buas dan beringas. Mengintai, menerkam dan mencakar. Kita menggigit dan
memakan orang lain.
Apa jadinya kehidupan ini jika kita semua berperilaku seperti serigala. Itu berarti, kita hidup
di sebuah kota dengan jutaan serigala: serigala yang mengemudi mobil, serigala yang duduk
di kantor, serigala yang berjalan di mal; di mana-mana ada serigala.
O, tetapi ada kebalikannya. Homo homini angelus. Artinya, manusia menjadi malaikat
terhadap sesamanya. Dalam hal ini kita malah berupaya ingin menjadi malaikat. Kita selalu
mau sempurna. Kalau perlu kita memakai topeng. Tampak saleh dan suci, taat dan takwa,
bertarak dan bertapa. Orang lain rusak ahlak berdosa, tetapi kita sempurna beragama. Orang
lain duniawi, kita surgawi. Dalam tiap tutur kata, nama Allah selalu dibawa-bawa. Pokoknya,
berbagai upaya ditempuh supaya kita menjadi malaikat alias setengah Allah.
Nah, manakah yang kita pilih? Menjadi serigala atau menjadi malaikat? Tentu jangan jadi
serigala. Kalau begitu, menjadi malaikat? Juga jangan! Mana bisa kita menjadi malaikat?
Untuk apa pura-pura jadi malaikat?
Kalau begitu kita menjadi apa? Homo homini homo! Artinya, manusia menjadi manusia
terhadap sesamanya! Berkeprimanusiaan, berperasaan, berbudi, bertenggang rasa,
bermartabat luhur, bermurah hati, berjiwa besar, bertanggung jawab, bermasyarakat, bukan
menjadi serigala, bukan pula menjadi malaikat. Menjadi sesama manusia sajalah.
Pernah Kristus ditanya tentang apa artinya menjadi sesama manusia. Maka berceritalah
Kristus tentang seorang korban perampokan yang terkapar di tepi jalan. Lewatlah seorang
rohaniawan yang cepat-cepat buang muka. Lewatlah lagi seorang pemuka agama yang juga
langsung berlaku.
Kemudian lewatlah seorang berbangsa lain dan beragama lain (bangsa itu dianggap haram
dan agamanya tidak diakui!). Orang ini langsung menolong dan mengangkat korban ke
tempat perawatan. Bertanyalah Kristus kepada hadirin, "Siapakah di antara ketiga orang ini,
menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun
itu?" (Luk. 10:36).
Hadirin menjawab, "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya". Bersabdalah
Kristus, "Pergilah, dan perbuatlah demikian " (ay. 37).
Itulah arti menjadi sesama manusia. Menolong orang yang perlu ditolong tanpa membedakan
bangsa dan agama. Sesama manusia kita adalah orang di depan mata yang memerlukan
tempat di dalam hati kita.
Tetapi justru itu yang sulit. Menjadi manusia dan menjadi sesama manusia bukanlah perkara
gampang. Lebih mudah kita terperosok menjadi serigala atau berpura-pura menjadi malaikat.
Seumur hidup kita masih perlu belajar menjadi manusia. Johann Pestalozzi (1746-1827)
menulis bahwa Pendidikan Agama Kristen (maksudnya juga Pendidikan Umum) adalah "to
concentrate on the humanisation of man, the pure function of the church is to promote a
higher, more noble and more natural life for men."
Pendidikan adalah proses homonisasi, yakni usaha agar orang berhakikat manusia.
Pendidikan juga merupakan proses humanisasi, yakni usaha agar orang berperilaku
manusiawi.
Jadi, sebetulnya kita tidak perlu berusaha menjadi malaikat atau setengah Allah. Kalau kita
menjadi manusia bagi sesama, itu sudah bagus. Untuk apa kita coba-coba menjadi malaikat?
Allah yang adalah Allah mau menjadi manusia, masakan kita coba-coba jadi Allah?
Itulah berita Natal. Allah telah menjadi manusia. "firman itu telah menjadi manusia dan diam
di antara kita..." (Yoh 1:14). Pada peristiwa Natal Allah yang ada di surga turun ke dunia
untuk menjelma menjadi seorang sesama manusia.
Homo homini lupus? Uh, amit-amit! Homo homini angelus? Ah, tak usah! Homo homini
homo? Ya! Manusia menjadi manusia terhadap sesamanya. Inilah luhurnya makna hidup.
Menjadi seorang sesama manusia.
Kristus telah menjadi seorang sesama manusia! Natal adalah homo homini homo: supaya
manusia menjadi manusia terhadap sesamanya.
Sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.”
Bagi mereka yang kurang memahami konteks dalam Alkitab, bila membaca nats diatas maka
dianggap bahwa kita lah sang domba dan orang-orang yang tidak seiman dengan kita adalah
‘serigala’nya. Betulkah demikian? Lebih parahnya lagi kalau kita menganggap dalam setiap
pelayanan pasti ada ‘serigala’nya dan mulai tunjuk sana sini sambil mengatakan inilah
serigala yang dimaksud Yesus. Atau ekstrimnya tidak berani berbeda pendapat karena takut
dicap ‘serigala’ oleh yang lain. Oh, come on …..Jangan-jangan justru kita lah si serigala bagi
mereka, memangsa teman-teman sendiri dengan segala fitnah dan penghakiman. Banyak
karya misi dan pelayanan Firman putus ditengah jalan karena satu sama lain saling
memangsa dan menerkam.
Bacaan Injil hari ini mengisahkan saat Yesus baru saja mengutus murid-muridNya pergi
berdua-dua, memberikan mereka kuasa lalu meneruskan apa yang telah Ia lakukan dalam
pelayanan-pelayananNya sebelumnya. Para murid sudah pernah ikut dan melihat apa yang
telah dilakukan oleh Yesus. Sekarang saatnya mereka dilepaskan ke desa-desa disekitarnya
tanpa disertai Yesus. Mereka harus melakukannya sendiri sebagai utusan Tuhan Yesus.
Yesus pun tahu bahwa para murid akan berhadapan dengan berbagai tantangan seperti yang
Ia alami.
Yesus yang beritikad baik ternyata juga bisa ditolak dan diusir di beberapa tempat, bahkan Ia
didakwa sesat oleh Ahli Taurat. Maka para murid yang masih polos dan masih harus perlu
dibimbing dan digembalakan ini laksana domba yang ditinggalkan gembalanya, berhadapan
dengan para ahli Taurat dan Farisi yang seperti serigala. Biasanya kalau serigala datang,
gembala turun tangan. Tapi kali ini sang Gembala mengijinkan ‘domba’nya berhadaphadapan
dengan si serigala. Bisa dibayangan pertarungannya seperti apa. Gurunya saja
diserang para Ahli Taurat dan Farisi, apalagi murid-murid Yesus yang mereka tahu cuma
nelayan. Tinggal dicaplok lah.
Manusia adalah serigala bagi sesamanya. Homo Homini Lupus (Plautus) demikian lah
manusia bisa menjadi ganas menghadapi manusia lain yang sekiranya mengancam
keselamatan atau kepentingannya. Bukankah itu terjadi di dunia bisnis, juga di dunia politik?
Hhm…di organisasi intelektual dan agamis pun terjadi kok. Anak-anak pun akan melakukan
hal yang sama bila mainannya dipegang oleh anak lain. Mereka secara natural meradang dan
marah karena menyangka harta ‘milik’nya diambil. Reaksi normal manusia bila terancam
kan? Maka apa yang dialami Yesus juga akan dialami para murid, termasuk kita juga yang
menjadi para pengikut Kristus. Bahkan kitapun bisa dianggap aneh dan asing karena
melawan ‘arus’ dan ’sistem’ nilai yang berlaku disekitar kita, menolak ikut korupsi, menolak
‘jalan pintas’ hanya untuk pengurusan IMB, paspor dan KTP sekalipun.
Mungkinkah domba bisa selamat bila berhadapan dengan para serigala yang saling
memangsa, tanpa bantuan sang gembala dengan tongkatnya? Lalu apa saran Yesus? Cuma
satu sarannya, fokus pada perutusan dan mengandalkan Sang Pengutus itu sendiri. Percaya
pada penyelenggaraan Ilahi, bukan berarti boleh bermalas-malasan dan tidak mempersiapkan
bekal dan cadangan. Maksudnya adalah agar dalam menghadapi tugas perutusan kita tidak
mengandalkan ‘atribut’ pakaian diri, jabatan, kekayaan dsb. Fokus pada tugas perutusan,
tidak berbelok ke kiri ke kanan dalam melakukan tugas. Tidak perlu mampir kiri kanan,
seolah transit, istirahat sebentar dari perutusannya untuk sekedar menyenangkan diri karena
setiap saat adalah kesempatan berharga untuk mewartakan Sabda.
Dalam tugas perutusan kita akan banyak reaksi yang dihadapi, ada yang menerima pun ada
yang menolak. Itu bukan menjadi tanggungjawab kita, karena bagian kita adalah
membagikan dan mewartakan Sabda melalui berbagai karya. Hasil perutusan itu biarlah
rahmat Ilahi yang berkarya. Bisa langsung, bisa juga berhasil setelah puluhan tahun, biarlah
itu menjadi hak Tuhan. Do our best, and let God do the rest.
Maka dalam perjalanan kehidupan kita, marilah kita fokus untuk jalan beriringan dengan
kawan sekerja Allah, mencapai tujuan pemberitaan Kabar Baik sebanyak mungkin. Tidak
menjadi bagian si serigala yang saling memangsa sesamanya. Tapi kita lakukan dalam
berbagai karya baik sebagai klerus, pelajar, ibu rumah tangga, kelompok profesional dan
pengusaha. Siang malam tetap konsisten, tidak ada jeda, tanpa istirahat dalam arti tidak
menyimpang ke kiri dan ke kanan. Sampai akhirnya bersma-sama kita tiba di garis
peristirahatan akhir dan berharap sang Gembala menyambut dengan tangan terbuka dan
berkata : Marilah pulang dan beristirahat dalam damai.
“Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus
mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya.
Kata-Nya kepada mereka: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu
mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk
tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah
serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi
salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau kamu memasuki suatu rumah,
katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang
layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak,
salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang
diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah
berpindah-pindah rumah. Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima
di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit
yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu. Tetapi
jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu tidak diterima di situ, pergilah ke jalanjalan
raya kota itu dan serukanlah: Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami
kebaskan di depanmu; tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata
kepadamu: pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu.”
Bahaya Politik "Homo Homini Lupus"
KETIKA kerakusan, cinta diri menjadi pola kehidupan, dan penghormatan kepada kebenaran
lebih didasarkan pada uang dan kekuasaan, akan muncul situasi di mana orang lain bukan
lagi dianggap saudara, melainkan musuh. Keadaan ini akan melahirkan apa yang disebut
homo homini lupus (manusia merupakan serigala bagi sesamanya).
Pernyataan Kardinal Julius Darmaatmadja SJ, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia
(KWI) itu patut dicermati dengan penuh keprihatinan dan kewaspadaan. Penuh keprihatinan
sebab pernyataan itu merupakan tangkapan jernih seorang tokoh agama atas realitas
perpolitikan Tanah Air yang cenderung mulai diatur oleh "uang" dan "kekuasaan".
MESKI reformasi telah berjalan lima tahun, para elite negeri selalu "mengumbar janji"
berkomitmen segera menciptakan sebuah sistem politik dan pemerintahan yang demokratis,
beradab, berkeadilan sosial, dan selalu menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Namun, politik uang, penggunaan kekerasan, korupsi, kolusi dan nepotisme tetap
berlangsung. Lihat, "keterlibatan" elite politik dalam "permainan uang" di sejumlah
pemilihan gubernur, bupati, maupun wali kota. Bahkan, sistem pemerintahan dan birokrasi
kita sejak reformasi tahun 1998 hingga kini masih mempertahankan watak korup. Sejalan
dengan itu, elite partai tidak bosan-bosan mempertukarkan "mandat" konstituennya dengan
setumpuk "uang" dan "jabatan".
Fenomena ini diakui Presiden Megawati Soekarnoputri di Istana Negara di depan peserta
kursus reguler ke-36 dan kursus singkat ke-11 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas),
"…politik uang, yang pasti akan disusul korupsi, kolusi dan nepotisme, merupakan salah satu
faktor yang menjerumuskan bangsa kita ke dalam krisis ekonomi yang bukan main sukarnya
untuk diatasi dewasa ini."
Situasi ini sungguh memprihatinkan sebab politik uang dan penggunaan kekerasan tidak lagi
disadari sebagai abnormalitas, tetapi dihayati sebagai hal yang "lumrah" terjadi dalam
kehidupan sehari-hari.
Penuh kewaspadaan, sebab jika tidak ada partisipasi bersama oleh seluruh komponen bangsa,
situasi ini-menurut Kardinal Darmaatmadja-akan mengarah pada munculnya paham homo
homini lupus.
Akibatnya, kehidupan politik nasional akan lebih banyak diwarnai tampilnya para politisi
yang setiap langkahnya selalu diorientasikan pada gerakan "politik mencari makan" bukan
untuk mewujudkan "kebaikan bersama" (public good). Dampaknya, Pemilu 2004 nanti pasti
akan banyak dipenuhi permainan politik "kotor" yang menghalalkan segala cara untuk meraih
tujuan (kekuasaan).
Pemilu pada hakikatnya merupakan media terbaik bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat. Karena itu, seluruh mekanisme, proses dan hasil pemilu harus
diselamatkan dari segala praktik politik "jual-beli" yang bisa mencederai kedaulatan rakyat.
Pernyataan Kardinal Darmaatmadja itu harus dilihat sebagai salah satu usaha preventif
(salvation) agar "kontrak politik" antara rakyat dan para calon pemimpin nasional dalam
pemilu nanti bisa berlangsung fairness, sukses, dan benar-benar mampu memenuhi harapan
seluruh rakyat Indonesia.
MENURUT Nicolaus Driyarkara, tokoh pendidikan filsafat di Indonesia, eksistensi manusia
dalam hubungannya dengan sesama adalah homo homini socius, manusia adalah kawan atau
rekan bagi sesamanya. Karena itu, keinginan dan usaha untuk menghabisi sesama dalam
persaingan berdarah, bahkan usaha meniadakan sesama dengan menghilangkannya lewat
iklim hidup sosial yang kejam-keji, yaitu homo homini lupus, di mana manusia saling iri,
dengki, mencakar, dan membunuh, harus ditolak. Konsekuensi logis tesis manusia adalah
karib bagi sesamanya, dalam konteks kehidupan politik, adalah ditolaknya perilaku "rakus"
mirip "serigala" dari para politisi yang tidak segan menggunakan kekerasan dan
menumpahkan darah rakyat tidak berdosa demi kekuasaan politik.
Para politisi dituntut lebih mampu menguasai diri dari naluri destruktif melalui proses
humanisasi (pemanusiaan) apaapa yang membuatnya ganas, brutal, dan mau berkuasa liar.
Nalar "serigala" harus diganti dengan nalar "manusiawi". Dalam situasi budaya politik masa
kini yang serba pragmatis-materialistis, para politisi harus mampu menampilkan
eksistensinya sebagai manusia (subyek) yang sadar diri, bermartabat, dan tidak bisa digilas
godaan politik uang dan kekuasaan.
Nalar "manusiawi" dalam pola berpolitik, berpartai, dan bernegara mengejawantah pada
terbentuknya komitmen (konsensus) bersama dari seluruh stakeholder politik dan kekuasaan
untuk meletakkan esensi politik sebagai usaha mewujudkan "kebaikan bersama".
Sebagaimana dikemukakan Aristoteles, politik merupakan asosiasi warga negara yang
berfungsi membicarakan dan menyelenggarakan hal ihwal yang menyangkut kebaikan
bersama seluruh masyarakat. Kebaikan bersama (kepentingan publik) itu, menurut
Aristoteles, memiliki nilai moral yang jauh lebih tinggi daripada kepentingan individual
maupun kelompok.
Dengan begitu, seluruh bentuk aktivitas politik sebagai derivasi homo homini socius masuk
dalam lokus kebudayaan. Kebudayaan di sini diartikan keseluruhan proses pemekaran bakat,
energi, dan kemampuan kreatif manusia yang membuatnya sejahtera dalam hubungan
vertikal (transendental) maupun horizontal (kemanusiaan). Ruang kebudayaan inilah yang
akan memberi guidance politisi menghapus kosakata "musuh politik" diganti "kompetitor
politik", "cinta diri" digantikan dengan "cinta sesama", sebutan "wong liyan" dengan
"saudara", konsepsi "takhta untuk uang" diganti "takhta untuk rakyat" dan sebagainya.
Jalan menuju ke arah itu, menurut Driyarkara, hanya bisa ditempuh melalui dua cara,
hominisasi dan humanisasi. Hominisasi dimaknai sebagai sebuah proses panjang dari
kandungan, kelahiran, sampai kematian yang berlangsung sebagai proses perkembangan fisik
biologis kian mematangkan diri untuk menjadi manusia. Adapun, humanisasi sebagai tindak
lanjut proses hominisasi terkait lekat pembudayaan diri dan lingkungan pematangan diri
secara fisiologis dan kultural dalam memberi arti dan merajut makna secara simulta.
CITA-cita humanisasi politik, secara kultural maupun struktural berpijak pasti dan tegas pada
visi kemanusiaan manusia sebagai rekan bagi sesamanya. Untuk itu, para politisi harus
bersedia melakukan revolusi radikal dalam cara berpikir politiknya. Tidak ada pilihan lain
kecuali meneladani pikiran-pikiran Driyarkara sebagai bahan pertimbangan utama setiap
aktivitas politiknya.
Karena itu, kekhawatiran Kardinal Darmaatmadja SJ atas menguatnya paham homo homini
lupus dalam pentas politik nasional hanya akan bisa di hapus melalui kesediaan seluruh
pemimpin dan rakyat Indonesia untuk mewujudkan obsesi Driyarkara, visi manusia sebagai
sahabat bagi sesamanya (homo homini socius) dalam kehidupan perpolitikan Tanah Air. Ini
merupakan lawan dari penindasan manusia atas sesamanya; merupakan antitesis pandangan
perlakuan sesama sebagai saingan, bahkan musuh yang harus dibunuh atau disingkirkan bila
kepentingan bertabrakan.
Namun, problem mendasarnya adalah bagaimanakah caranya agar politisi kita bersedia
meninggalkan paham homo homini lupus? Bersediakah mereka melakukan proses
humanisasi atau pembudayaan untuk kian merajut lingkungan politik di mana manusia
bersesama mencapai kemanusiaan penuh dan harkat utuh? Pertanyaan ini layak diajukan
sebab setelah perdebatan filosofis antara Soepomo dan M Hatta tentang bentuk (model)
negara berakhir, sejak itu pula bangsa Indonesia hanya disuguhi "debat kusir" politisi yang
hanya berorientasi kursi, uang, dan takhta.
HOMO HOMINI SOCIO
Homo homini socio “Manusia adalah teman bagi manusia lain”.
Definisi Manusia didalam Homo Homini Socio, Manusia atau orang dapat diartikan berbedabeda
menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara
biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia),
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa
yang bervariasi di mana, dalamagama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan
ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras
lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya,
organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan
terutama berdasarkan
kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain
serta pertolongan.
Meskipun banyak spesies berprinsip sosial, membentuk kelompok berdasarkan ikatan /
pertalian genetik, perlindungan-diri, atau membagi pengumpulan makanan dan
penyalurannya, manusia dibedakan dengan rupa-rupa dan kemajemukan dari adat kebiasaan
yang mereka bentuk entah untuk kelangsungan hidup individu atau kelompok dan untuk
pengabadian dan perkembangan teknologi, pengetahuan, serta kepercayaan. Identitas
kelompok, penerimaan dan dukungan dapat mendesak pengaruh kuat pada tingkah laku
individu, tetapi manusia juga unik dalamkemampuannya untuk membentuk dan beradaptasi
ke kelompok baru. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan interaksi antar
manusia.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita pasti membutuhkan orang lain untuk berinteraksi dan
beradaptasi.tanpa orang lain pun kita tak bisa apa-apa.Saling
membantu,menolong,menghargai,dan menghormati sesama manusia yang hidup di dunia ini.
Contohnya Peristiwa Sumanto beberapa tahun yang lalu begitu mengemparkan, membuat
ketidakmengertian mengapa ada manusia yang memakan manusia lainnya walau sudah
berbentuk mayat. Kanibalisme sungguh sangat tidak bisa ditolelir sama sekali. Bagaimana
dengan masa kini ? Kalau kita mau cermati tentunya kita akan melihat bahwa pemangsaan
atau kanibalisme ini telah mengalami perubahan kondisi. Kanibalisme telah berubah bentuk
yang lebih halus, yaitu perilaku, cara berfikir,
manner, pemahaman, dll.
Kekerasan terjadi dimana-mana. Eksploitasi manusia terhadap manusia tak dapat
dihindarkan. Manusia dalamkehidupan bersama semakin terancam. Hukum memperkosa
keadilan. Kehidupan manusia berada di titik nol kondisi seperti itulah yang kini dialami
manusia dalam kehidupan masyarakat –bahkan dibeberapa abad silam. Padahal manusia
bermasyarakat untuk mencapai tujuan bersama demi kehidupan yang lebih baik. Bertolak dari
persoalan tersebut patut diajukan pertanyaan Apakah manusia itu? Siapakah manusia itu?
Bagaimanakah kodrat kehidupan manusia? Mengingat persoalan yang dihadapi menyangkut
manusia sebagai subyek (pelaku) dalamkehidupan sosial. Itulah yang direnungkan Drijarka
setengah abad silam. Ia merenungkan gejala-gejala sosial bertolak
pengalaman eksistensi manusia. Gejala-gejala sosial dilihat dari pengalaman eksistensial
manusia sebagai subyek sosial. Gagasan-gagasan tentang manusia merupakan sentral
pemikirannya.
Ia menolak gagasan bahwa kehidupan manusia dituntun oleh nafsu-nafsu.
Inti perenungannya tentang manusia merupakan lawan terhadap tesis homo homini lupus,
yang bergagasan bahwa kehidupan manusia adalah perjuangan terus menerus untuk
memuaskan hasrat. Kehidupan manusia adalah sebuah hasrat abadi untuk meraih kekuasaan
sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan. Dan, dengan rasionya manusia dapat belajar
dari pengalaman cara-cara paling efektif untuk memperoleh kepuasan dan menghindari
kekecewaan. Jadi, kehidupan menurut kodrat manusia adalah sebuah pertempuran.
kepentingan egoisitisnya. Manusia secaara kodrati tidak mencari masyarakat demi
masyarakat itu
sendiri, melainkan mencari keuntungan tertentu darinya. Oleh karena itu hubungan-hubungan
sosial merupakan produk dari kalkulasi dan persetujuan daripada dorongan. Hubunganhubungan
sosial lebih bersifat eksternal bagi individu daripada merupakan kesepahaman
moral bersama.
Pandangan seperti itulah yang ditolak Drijarkara. Bagi Drijarkara, manusia bukan
pertentangan antara jiwa dan badan. Manusia adalah pribadi dengan dimensi kejasmanian dan
kerohanian, dimana roh mewujudkan refleksi budi dan kesadarannya dengan melalui badan,
kejasmanaian merupakan ungkapan roh yang menjelma. Aksi (tindakan) manusia tidak
bersifat eksternal, melainkan dari manusia itu sendiri (internal). Manusia sebagai pribadilah
yang menentukannya. Dia berdaulat atas dirinya sendiri. Berdaulat tidak merupakan satu
bagian tapi keseluruhan. Dalam perbuatannya manusia dapat menjadi baik atau sebaliknya.
Dengan kedaulatannya manusia mampu menuju kesempurnaan juga sebaliknya.
Dengan demikian manusia adalah sebuah paradoks. Karena dalamdirinya mengandung dua
prinsip: manusia berupa “apa” (jasmani) dan manusia berupa “siapa” (rohani). Karena dua
prinsip itulah manusia mengandung oposisi-oposisi dalamdirinya, dia adalah kesatuan dari
dua prinsip yang berlawanan.
Oleh karenanya kehidupan manusia adalah perjuangan terus menerus menuju kesempurnaan
(menuju kemutlakan Tuhan). Suatu perjuangan mengatasi paradoks dalam dirinya.
REVIEW INTERDEPENDENCE MANUSIA TEKNOLOGI DAN BUMI
Kurikulum Dukungan
Kurikulum Dukungan
untuk revisi 2004 dari
North Carolina Kursus Standar Studi
Bumi / Ilmu Pengetahuan Lingkungan Hidup
Ucapan Terima Kasih
Dokumen ini dikembangkan dalam menanggapi kebutuhan diungkapkan bumi / guru ilmu
lingkungan untuk bahan untuk meningkatkan pengajaran Kursus Carolina Utara direvisi
Standar Studi Ilmu. Bahan memberikan panduan untuk menerjemahkan tujuan dan sasaran
dari bumi dan lingkungan kurikulum ilmu pengetahuan ke dalam desain instruksional yang
baik.
Sekelompok guru ilmu pengetahuan yang berdedikasi dan berbakat menghabiskan banyak
waktu mengembangkan bahan-bahan. Hasilnya adalah sumber daya yang akan
memfasilitasi pelaksanaan Kurikulum Ilmu North Carolina.
Terima kasih khusus kepada para penulis bahan-bahan:
Laura Berube, Kenan Fellow
Susan Escobar, Lincoln County Sekolah
Lynn Gronback, Orange County Sekolah
Kontol Hilliard, Henderson County, Sekolah
Rick Johnson, Moore County Sekolah
Debbie Michael, Lincoln County Sekolah
Judy Paus, NC Dinas Pendidikan Lingkungan Hidup
Lee Stroupe, Watauga County, Sekolah
William J. Tucci, Kenan Institute
Dan untuk para guru lainnya dan para ilmuwan yang memberikan komentar yang sangat
membantu.
Kami juga ingin memperpanjang terima kasih khusus untuk Sam Houston, Carolina Utara
Sains, Matematika dan Teknologi Pendidikan Pusat, Fellows Guru Link, The Burroughs
Wellcome Fund, dan Kantor NC Pendidikan Lingkungan Hidup untuk bantuan mereka selama
pengembangan ini bahan.
Setiap usaha dilakukan untuk menjaga bahan-bahan yang akurat dan up to date. Periksa
Departemen http://www.ncpublicschools.org/curriculum/science/scos/ situs Instruksi
Umum untuk versi terbaru.
Silakan kirim komentar Anda ke:
Benita B. Tipton, M.Ed.
Divisi Konsultan Ilmu Sekunder
North Carolina Departemen Instruksi Publik
301 Utara Jalan Wilmington
Raleigh, NC 27699
Email: btipton@dpi.state.nc.us
Daftar isi
Pengantar
Dokumen dukungan termasuk North Carolina Kursus Standar Studi Bumi / tujuan
Lingkungan Sains dan tujuan bersama dengan deskripsi rinci isi, daftar topik pengayaan,
koleksi kegiatan, dan penyelidikan laboratorium.
Bumi / Ilmu Pengetahuan Lingkungan Hidup dimaksudkan untuk menjadi laboratorium dan
lapangan berbasis saja.
Kegiatan ini berfungsi sebagai contoh penyelidikan yang tepat dan tidak cukup dalam jumlah
untuk kursus ini.
Uraian rinci isi harus melayani sebagai minimum dan tidak maksimal untuk bumi dan
program lingkungan. Guru harus membedakan instruksi sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan siswa mereka.
Tujuan 1 dimasukkan untuk menekankan pentingnya ilmu sebagai penyelidikan. Siswa harus
diberikan banyak kesempatan untuk menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan berbagi
data yang mereka telah eksperimen dikumpulkan. Bahan yang harus diajarkan dan dinilai
dengan cara yang mengharuskan siswa untuk mengumpulkan dan menganalisis data.
Tujuan
Bumi / Kurikulum Ilmu Lingkungan berfokus pada fungsi sistem Bumi. Penekanan
ditempatkan pada materi, energi, lempeng tektonik, asal dan evolusi bumi dan tata surya,
kesadaran lingkungan, ketersediaan bahan, dan siklus yang beredar energi dan material
melalui sistem bumi. Bagian ini memperkenalkan guru untuk alur program dan konsep
pemersatu Selama instruksi, konsep-konsep ini harus dijalin melalui tujuan isi dan tujuan
dari kursus.. bahan tambahan memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang tujuan,
sasaran, dan untai, dengan rekomendasi khusus untuk kelas dan / atau pelaksanaan
laboratorium tersedia melalui Departemen Bagian Publikasi Instruksi Publik.
Strands
Untaian: Ilmu sebagai Berupaya Manusia, Perspektif Sejarah, Alam Pengetahuan Ilmiah,
Sains sebagai Permintaan, Sains dan Teknologi, Ilmu dalam Perspektif Pribadi dan Sosial
Mereka menyediakan konteks untuk pengajaran Tujuan konten dan Tujuan..
Konsep pemersatu
Konsep pemersatu berikut harus menyatukan berbagai studi tentang bumi dan topik
lingkungan di seluruh tingkatan kelas.
Konsep pemersatu Gagasan untuk mengintegrasikan konsep-konsep pemersatu
Sistem, Ketertiban dan Organisasi • geologi sistem
• Ekologi sistem
• Teknologi sistem
• Bumi sistem pemantauan
Energi sistem distribusi •
Buktinya, Model, dan Penjelasan • Iklim model
• model sistem surya
• Batu bukti
Kepatuhan, Perubahan, dan Pengukuran • Pengukuran adalah kunci untuk pemahaman
ilmiah.
• Gunakan berbagai alat dan unit pengukuran dalam penyelidikan.
Evolusi dan Ekuilibrium • Perubahan dari waktu ke waktu
• Lempeng tektonik
• Pembentukan alam semesta
• Stellar evolusi
Bentuk dan Fungsi • Sifat fisik dan kimia mineral
• Peralatan desain
• Ekonomi sumber daya
Para Strands: Ilmu Alam
Untai ini dibagi menjadi tiga bagian: Ilmu sebagai Berupaya Manusia, Perspektif Sejarah,
Alam Pengetahuan Ilmiah, Sains sebagai Permintaan, Sains dan Teknologi, Ilmu dalam
Perspektif Pribadi dan Sosial Bagian-bagian ini dirancang untuk membantu siswa memahami
dimensi manusia ilmu pengetahuan. , sifat pemikiran ilmiah, dan peran ilmu pengetahuan
dalam masyarakat. bumi dan ilmu lingkungan kaya contoh ilmu sebagai usaha manusia,
perspektif sejarah, dan perkembangan pemahaman ilmiah.
Gagasan untuk mengintegrasikan untai untaian
Sains sebagai Berupaya Manusia
Kejujuran intelektual dan tradisi etis keunggulan dari praktek praktek ilmu ini berakar dalam
pelaporan data yang akurat, peer review, dan membuat temuan publik.. Ini aspek sifat ilmu
pengetahuan dapat diajarkan oleh instruksi merancang yang mendorong siswa untuk
bekerja sama dalam kelompok untuk investigasi desain, merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data, mencapai kesimpulan, dan mempresentasikan temuan mereka kepada
teman-teman sekelas mereka.
Isi belajar di Bumi / Lingkungan sains adalah kesempatan untuk menyampaikan ilmu sebagai
dasar untuk teknik sipil, pertambangan, geologi, oseanografi, astronomi, dan perdagangan
teknis lingkungan Keragaman konten memungkinkan kita melihat sains sebagai suatu
panggilan.. Ilmuwan dan teknisi hanya dua dari banyak karir di mana sebuah bumi dan
lingkungan latar belakang ilmu diperlukan.
Mungkin aspek yang paling penting dari alur ini adalah bahwa ilmu pengetahuan merupakan
bagian integral dari masyarakat dan karena itu relevan dengan kehidupan siswa • kegiatan
penyelidikan Desain yang memungkinkan semua siswa untuk mengumpulkan data dan
melaporkan temuan mereka kepada rekan-rekan mereka untuk diperiksa..
• Mendorong siswa untuk mengeksplorasi bagaimana Bumi / Lingkungan sains adalah
bagian integral dari panggilan beragam.
• Menunjukkan menggunakan surat kabar dan artikel majalah, dan sumber daya web
pentingnya memahami bumi / ilmu lingkungan.
Perspektif Sejarah
Pengetahuan yang paling ilmiah dan kemajuan teknologi berkembang secara bertahap dari
pekerjaan ilmuwan dan penemu. Meskipun sejarah ilmu termasuk rekening penemuan
ilmiah kebetulan, pengembangan sebagian besar konsep-konsep ilmiah dan inovasi
teknologi terjadi sebagai respons terhadap suatu masalah tertentu atau konflik. Baik
kemajuan besar dan pengetahuan bertahap bangunan di ilmu pengetahuan dan teknologi
memiliki efek mendalam pada masyarakat Siswa harus menghargai pemikiran ilmiah dan
usaha dari individu-individu yang memberikan kontribusi untuk kemajuan.. Beberapa
contoh adalah penentuan Eratosthenes 'dari ukuran bumi, jelas Wegener "cocok" dari
benua, hukum Kepler tentang gerak planet, dan gagasan James Hutton sederhana namun
kuat bahwa sejarah bumi harus dijelaskan oleh apa yang kita lihat terjadi sekarang. Hari ini,
keseragaman Hutton prinsip proses digunakan untuk menafsirkan struktur tempat
pendaratan di Mars. • Biarkan siswa untuk menyelidiki beragam kelompok ilmuwan dan
budaya yang telah memberikan kontribusi untuk pemahaman kita tentang bumi /
lingkungan ilmu pengetahuan.
• Para ilmuwan untuk menyelidiki: (Daftar ini tidak komprehensif dan hanya untuk
menunjukkan contoh)
• Alfred Wegener
• Johannes Kepler
• James Hutton
• Galileo Galilei
• Isaac Newton
• Edwin Hubble
Carolyn Shoemaker •
• Leaky Maria
• Evan B. Forde
• Mae C. Jemison
• Ellen Ochoa
Sifat Pengetahuan Ilmiah
Banyak dari apa yang dipahami tentang sifat ilmu pengetahuan harus secara eksplisit
ditujukan:
• Semua pengetahuan ilmiah adalah tentatif, meskipun banyak ide telah berdiri ujian waktu
dan dapat diandalkan untuk kita gunakan.
• Teori "menjelaskan" fenomena yang kita amati Mereka tidak pernah terbukti;. Melainkan,
mereka mewakili penjelasan yang paling logis berdasarkan bukti yang tersedia saat ini Teori
menjadi lebih kuat sebagai bukti yang mendukung lebih banyak berkumpul Mereka dapat
dimodifikasi sebagai data baru dikumpulkan atau yang sudah ada.. Data ditafsirkan dalam
cara yang berbeda Mereka menyediakan konteks bagi penelitian lebih lanjut dan memberi
kita dasar untuk prediksi.. Sebagai contoh, Teori Lempeng Tektonik menjelaskan pergerakan
lempeng litosfer.
• Hukum pada dasarnya berbeda dari teori. Mereka adalah generalisasi universal yang
didasarkan pada pengamatan alam, seperti sifat gravitasi, hubungan gaya dan gerak, dan
sifat gerakan planet.
Para ilmuwan, dalam pencarian mereka untuk penjelasan terbaik dari fenomena alam,
menggunakan metode ketat penjelasan ilmiah harus mematuhi aturan bukti, membuat
prediksi, logis, dan konsisten dengan pengamatan dan kesimpulan.. "Penjelasan tentang
bagaimana perubahan alam berbasis pada mitos-mitos, keyakinan pribadi, nilai-nilai agama,
inspirasi mistis, takhayul, atau otoritas pribadi mungkin berguna dan sosial yang relevan,
tetapi mereka tidak ilmiah "(National Science Standar Pendidikan, 1996, hal 201). •
Mendorong siswa untuk mengeksplorasi perbedaan antara teori dan hukum.
• Diskusikan dengan siswa bagaimana penjelasan ilmiah menjalani pengawasan ketat.
• Memiliki diskusi tentang "Apa itu Ilmu".
Ilmu sebagai Permintaan
Permintaan harus menjadi tema sentral di bumi / ilmu lingkungan ini merupakan bagian
integral dari pengalaman belajar dan dapat digunakan dalam kedua masalah kelas
tradisional dan pengalaman laboratorium.. Inti dari proses penyelidikan adalah untuk
mengajukan pertanyaan yang merangsang siswa untuk berpikir kritis dan merumuskan
pertanyaan mereka sendiri Mengamati,. mengklasifikasikan, menggunakan angka, grafik
merencanakan, mengukur, menyimpulkan, meramalkan, merumuskan model, menafsirkan
data, hipotesis, dan bereksperimen membantu siswa membangun pengetahuan dan
mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kirim berlaku berpikir kreatif untuk
baru dan situasi yang asing. Siswa harus belajar untuk merancang solusi untuk masalah yang
menarik minat mereka. Hal ini dapat dicapai dalam berbagai cara, namun situasi yang
menyajikan acara berbeda atau orang yang menantang siswa intuisi 'telah berhasil Sebagai
contoh,. laboratorium tradisional, yang menekankan pengamatan matahari atau identifikasi
dan klasifikasi sedimen, mungkin cukup tepat laboratorium ini harus, bagaimanapun,
menyebabkan eksplorasi terbuka seperti investigasi kegiatan tempat matahari atau faktorfaktor
yang mempengaruhi penyortiran sedimen.. Meskipun mahasiswa asli penelitian telah
sering diturunkan ke proyek ilmiah tahunan yang adil, melanjutkan penelitian mahasiswa
sangat memberikan kontribusi untuk memahami proses ilmu pengetahuan dan kemampuan
pemecahan masalah bumi / Lingkungan sains memberikan banyak kesempatan untuk
penyelidikan.. "Mengapa lokasi matahari terbit atau terbenam perubahan melalui tahun? ""
Mengapa lapisan batuan sedimen berujung pada sudut? "" Mengapa bintik matahari
bergerak lebih cepat dekat khatulistiwa matahari? "Proses penyelidikan, desain eksperimen,
penyelidikan, dan analisis yang sama pentingnya dengan menemukan jawaban yang benar .
Siswa akan memperoleh lebih dari fakta dan keterampilan manipulatif, mereka akan belajar
untuk menjadi pemikir yang kritis Sebuah dasar konseptual yang kokoh prinsip-prinsip
ilmiah, serta pengetahuan ilmu keselamatan yang diperlukan untuk penyelidikan Siswa
harus diberi lingkungan yang menunjang pembelajaran berdasarkan.. bagaimana para
ilmuwan dan insinyur bekerja Kepatuhan terhadap semua kriteria ilmu pengetahuan
keselamatan dan pedoman untuk kelas, lapangan, dan pengalaman laboratorium. sangat
penting. Hubungi Bagian Sains di DPI untuk informasi dan peluang pengembangan
profesional tentang hukum Carolina Utara Keselamatan Ilmu tertentu, kode, dan standar.
Bagian Ilmu adalah ujung tombak sebuah inisiatif berjudul seluruh negara bagian NC-Sistem
Keamanan • Ilmu Jumlah Karena pentingnya ilmu sebagai penyelidikan, alur ini telah
diintegrasikan ke Tujuan 1: Pelajar akan mengembangkan kemampuan yang diperlukan
untuk melakukan dan memahami penyelidikan ilmiah..
• untai ini harus diintegrasikan ke dalam seluruh kursus dan tidak hanya diajarkan sebagai
sebuah "pengenalan laboratorium" unit terpisah.
Sains dan Teknologi
Tidak mungkin untuk belajar ilmu tanpa mengembangkan beberapa apresiasi teknologi Oleh
karena itu, untai ini memiliki tujuan ganda:.. (A) mengembangkan pengetahuan siswa dan
keterampilan dalam desain teknologi, dan (b) meningkatkan pemahaman mereka tentang
ilmu pengetahuan dan teknologi Metode penyelidikan ilmiah dan berbagi desain teknologi
banyak unsur yang sama -. objektivitas, definisi yang jelas dari masalah, identifikasi tujuan,
koleksi hati-hati pengamatan dan data, analisis data, replikasi hasil, dan peer review desain
teknologi berbeda dari penyelidikan dalam hal itu harus beroperasi dalam keterbatasan
bahan, hukum ilmiah, ekonomi, dan tuntutan masyarakat. Bersama, ilmu pengetahuan dan
teknologi sekarang banyak solusi untuk masalah kelangsungan hidup dan meningkatkan
kualitas hidup desain Teknologi memainkan peran penting dalam bumi / lingkungan ilmu
pengetahuan.. Misalnya , teleskop, laser, satelit, transistor, kalkulator grafik, komputer
pribadi, dan seismograf telah mengubah kehidupan kita, meningkatkan pengetahuan kita
tentang bumi / ilmu lingkungan, dan meningkatkan pemahaman kita tentang alam semesta.
• Memberikan kesempatan bagi siswa untuk memanfaatkan teknologi untuk
mengumpulkan dan menganalisis data dalam pengaturan laboratorium.
• Biarkan siswa untuk melakukan brainstorming cara-cara bahwa teknologi dapat digunakan
untuk meningkatkan penelitian ilmiah di masa depan.
• Diskusikan keterbatasan teknologi dalam penelitian ilmiah.
Ilmu dalam Perspektif Pribadi dan Sosial
Untai ini membantu siswa merumuskan pemahaman dasar dan tindakan tersirat untuk
masalah yang dihadapi masyarakat kita Konsep-konsep dasar yang membentuk dasar untuk
untai ini meliputi.:
• Kualitas Lingkungan -. Siswa harus mengembangkan apresiasi untuk faktor-faktor yang
mempengaruhi kebutuhan mereka dan tanggung jawab untuk menjaga kualitas lingkungan,
termasuk pembuangan limbah dan daur ulang sumber daya alam yang terbatas Kemampuan
untuk membuat keputusan yang tepat berdasarkan biaya-manfaat dan analisis risiko adalah
bagian integral studi bumi dan ilmu lingkungan "pengaruh. Banyak faktor kualitas
lingkungan. Faktor-faktor yang siswa mungkin menyelidiki termasuk pertumbuhan
penduduk, penggunaan sumber daya, distribusi populasi, konsumsi yang berlebihan,
kapasitas teknologi untuk memecahkan masalah, kemiskinan, peran ekonomi, politik, dan
pandangan agama, dan berbeda cara manusia melihat bumi "(Nasional Standar Pendidikan
Sains, 1996, hal 198)..
• Bahaya Alam dan Manusia-induced - Studi bumi dan ilmu lingkungan mendorong siswa
untuk menyelidiki efek dari fenomena alam dan perubahan yang disebabkan manusia dalam
sistem alam pada masyarakat contoh yang sesuai mencakup fenomena alam seperti gempa
bumi dan manusia yang disebabkan perubahan seperti meningkat. . karbon dioksida di
atmosfer Siswa akan memperoleh kemampuan untuk menilai bahaya yang disebabkan alam
dan manusia -. mulai dari risiko yang relatif kecil untuk peristiwa bencana dengan risiko
besar, serta keakuratan yang peristiwa ini dapat diprediksi Hal ini terutama penting bagi
siswa menghubungkan fenomena seperti ke North Carolina dan warga negaranya.
• Sains dan Teknologi di Daerah, Tantangan Nasional, dan Global - Seiring dengan
kebutuhan untuk memahami penyebab dan luasnya tantangan lingkungan yang berkaitan
dengan fenomena alam dan buatan manusia, para siswa harus menjadi akrab dengan
kemajuan aplikasi yang tepat dari prinsip-prinsip ilmiah dan produk telah Topik dibawa ke
perangkat tambahan lingkungan. seperti penggunaan energi meningkat, emisi kendaraan
berkurang, dan hasil panen diperbaiki adalah hanya beberapa contoh bagaimana aplikasi
yang tepat dari ilmu pengetahuan telah meningkatkan kualitas hidup. untai ini akan
membantu siswa membuat keputusan yang rasional dalam penggunaan pengetahuan ilmiah
dan teknologi "Memahami konsep dasar dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan
teknologi. harus mendahului debat aktif tentang ekonomi, kebijakan, politik, dan etika ilmu
pengetahuan dan teknologi berbagai tantangan yang terkait. Namun, pemahaman ilmu
pengetahuan saja tidak akan menyelesaikan lokal, nasional, .. atau tantangan global
"(Susenas, 1996, h. 199) Para Susenas menekankan bahwa siswa harus memahami
kesesuaian dan nilai pertanyaan dasar 'Apa yang bisa terjadi?" - "Apa kemungkinan?' - dan
'Bagaimana para ilmuwan dan insinyur tahu apa yang akan terjadi '"(Susenas, 1996, hal 199)
• Menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan?:.
• pertumbuhan penduduk
• penggunaan sumber daya
• distribusi populasi
• konsumsi berlebihan
• kapasitas teknologi untuk memecahkan masalah
• kemiskinan
• Peran pandangan ekonomi, politik, dan agama
• berbagai cara manusia melihat bumi
• Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan apresiasi untuk lingkungan
mereka.
• Penelitian diinduksi bahaya alam dan manusia dan bagaimana berhubungan dengan warga
North Carolina.
• Diskusikan bagaimana ilmu pengetahuan telah meningkatkan lingkungan kita.
• Perdebatan ilmu dan tantangan teknologi.
Kesimpulan:
Jadi dari semua catatan yang saya buat ini, bahwa ketika kita sangat tergantung sekali
dengan sebuah teknologi, kita sudah menjadi manusia yang berbeda. Dikarenakan kita tidak
lagi melakukan sesuatu hal dengan secara normal, melainkan melakukan sesuatu secara
tidak logis. Dimana tugas sehari-hari yang semestinya dikerjakan oleh manusia malah
dikerjakan oleh robot. Disitulah kita harus bisa membedakan dimana tugas buat manusia
dimana tugas robot. dikhawatirkan jika itu terus terjadi manusia akan menjadi malas untuk
melakukan apapun. Jadi kita harus bisa memanfaatkan teknologi dengan bijaksana.
Demikian tulisan dari saya, saya berterima kasih dengan orang yang membantu
terselesaikannya catatan ini.

Rabu, 16 November 2011

paradigma dalam masyarakat

Paradigma Masyarakat, Behaviour, dan Budaya sebagai Satu Kesatuan dalam
Peningkatan atau Penurunan Nilai Kesehatan
Jika kita telaah lebih lanjut, ketiga hal tersebut ternyata sangat mempengaruhi suatu nilai
kesehatan dalam kehidupan kita.
Masih perlu kita pertanyakan megenai paradigma sehat menurut masyarakat-masyarakat pada
umumnya. Karena berdasarkan asumsi saya, kebanyakan masyarakat kita masih
berpandangan bahwa kesehatan itu adalah sikap kuratif dan rehabilitatif yg menjadi unsur
pembangunnya, bukan sikap promotif dan preventif. oleh karena itu paradigma masyarakat
yang seperti ini lah yang semestinya kita ubah sedikit demi sedikit. Karena mau sebaik
apapun penyuluhan kita terhadap masyarakat, jika paradigma tersebut belum mampu kita
ubah, maka kita sebagai pelaku promosi kesehatan akan menemukan kesulitan dalam tujuan
kita untuk meningkatkan nilai kesehatan tadi.
Lanjut ke tahapan kebiasaan. Karena menurut saya kebiasaan satu individu sangat
dipengaruhi oleh ideologi bahkan paradigma dalam membangun sikap tersebut. Jadi bisa saya
katakan bahwa paradigma adalah faktor sentral dalam mempengaruhi kebiasaan atau
tindakan-tindakan yng kita lakukan. Tetapi kebiasaan yang kita lakukan itu bisa saja
mempengaruhi paradigma-paradigma individu lain. Sebagai contoh : “dalam suatu
masyarakat yang nilai kesehatan nya masih rendah (dilihat dari paradigma individu-individu
dalam masyaakat tersebut yang masih belum peduli terhadap lingkungan sekitarnya) pasti
ada setidaknya satu orang yang sangat berpengaruh dan dijadikan sosok panutan dalam
masyarakat tersebut, kita ambil ketua RT. Nah apabila kebiasaan ketua RT tersebut sangat
mendukung dalam peningkatan nilai-niai kesehatan seperti membersihkan selokan dll.
Tentunya masyarakat yang tadinya belum sadar akan hal itu, menjadi sadar karena kebiasaan
sang ketua RT tersebut.” Dalam hal ini kita bisa simpulkan bahwa kebiasaan tersebut
memang dipengaruhi oleh paradigma, tetapi kebiasaan satu orang juga dapat mempengaruhi
paradigma-paradigma individu-individu lain. Sehingga hubungan paradigma dan kebiasaan
sangat relevan.
Muncul satu hal lagi yang sangat penting, yaitu “Budaya”. Saya memiliki pandangan bahwa
budaya ini terbentuk atas dasar penggabungan dari paradigma dan kebiasaan, sehingga ia
menghasilkan sesuatu yang disebut budaya atau kebudayaan. Namun kebudayaan apa yang
akan kita bahas disini? Tentu saja Budaya seseorang atau masyarakat untuk hidup sehat baik
secara jasmani, rohani atau sosial. Dan lagi budaya juga erat kaitannya dengan sikap. Oleh
karena itu budaya tersebut dipengaruhi langsung oleh suatu kebiasaan.
Kita sebagai praktisi promosi kesehatan sangat mengharapkan budaya masyarakat yang sehat,
baik itu untuk dirinya, untuk keluarganya, untuk masyarakatnya bahkan untuk
lingkungannya. Sehigga bukan persoalan lagi bahwa masyarakat Indonesia ini akan semakin
tinggi nilai kesehatannya.
Oleh karena itu marilah kita ubah paradigma kita mengenai kesehatan agar bisa berpengaruh
terhadap kebiasaan yang kita jalani. Dan berujung pada budaya yang sangat mementingkan
kesehatan, dimana hal ini mutlak dimiliki oleh setiap individu untuk melakukan segala
aktifitas secara optimal, sehingga nilai kehidupan kita pun senantiasa bermakna.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
a. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Paradigma adalah asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) yang
merupakan sumber hukum, metode serta cara penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga
sangat menentukan sifat, ciri,dan karakter ilmu pengetahuan tersebut.
Paradigma juga dapat diartikan sebagai cara pandang, nilai- nilai, metode-metode,
prinsip dasar atau cara memecahkan masalah yang dianut oleh suatu masyarakat pada masa
tertentu. Dalam pembangunan nasional, Pancasila adalah sebuah paradigma karena hendak
dijadikan sebagai landasan, acuan, metode, nilai, dan tujuan yang ingin dicapai di setiap
program pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Makna, hakikat, dan tujuan pembangunan nasional.
Pembangunan nasional dapat diartikan sebagai rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk
melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional.
Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan nasional seperti
termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, yaitu....melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian
PARADIGMA SPIRITUALITAS DALAM TRADISI SINOMAN
(Pengamatan atas Tradisi Sinoman dalam Masyarakat Desa Bermi Kab.
Demak)
Dilihat dari tipikal paradigma spiritual, masyarakat Desa Bermi Kab.
Demak mempunyai tipikal sebagai masyarakat santri, sebagaimana tipikal
keagamaan masyarakat Demak pada umumnya. Menurut ilmuan sosial,
pola kultural keagamaan masyarakat pesisir utara Pulau Jawa, termasuk
wilayah Kab. Demak pada umumnya mempunyai pola kebudayaan
dengan wawasan kultural yang bersendikan agama, atau lazim disebut
masyarakat “santri”.4 Menurut Greertz, nampaknya pola keberagamaan
masyarakat muslim pesisir berbeda dengan pola keberagamaan masyarakat
muslim pedalaman atau non-pesisir.5 Tipikal santri nampak dari tradisi
3 John L. Eposito, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic, World, New York,
1995, III, p. 218
4 Lihat Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan,
(Yogyakarta: LkiS), 1999, hlm.113. Lihat Clifford Geertz, The Religion of Java, (Chicago:
The
University of Chocago Press), 1976, hlm. 127
5Bagi masyarakat Jawa secara umum, Islam merupakan kekuatan dominan di dalam
ritus-ritus, kepercayaan-kepercayaan serta ia turut membentuk karakter interaksi sosial dan
kehidupan sehari-hari bagi kebanyakan masyarakat Jawa.Namun sifat ke-Islaman
masyarakat Jawa, mempunyai fenomena yang berbeda antara Islam Pesisir Jawa dan Islam
6
keagamaan serta bentuk interaksi sosial yang berkembang dalam
masyarakat, masih terikat kuat dengan norma agama dan menempatkan
kyai tradisional sebagai pemimpin masyarakat. Peran kyai sangat strategis
dalam interaksi dan strata sosial masyarakat. Kyai dipandang mempunyai
posisi dan pengaruh terkuat dalam lingkungan masyarakat. Hampir
permasalahan sosial selalu merujuk pada pendapat atau pandangan kyai,
termasuk dalam menentukan pilihan politik.
Karena karakter paradigma yang bersifat tradisionalis agamis
sebagaimana disebut diatas, maka sebagian besar masyarakat Desa Bermi
berafiliasi pada jam’iyah NU (Nahdhatul Ulama) 6, dengan menempatkan
kyai sebagai posisi sosial tertinggi. Sebagai masyarakat santri NU,
masyarakat Desa Bermi mempunyai tradisi-tradisi keagamaan yang
berbeda dengan tradisi keagamaan masyarakat santri lainnya, seperti
Muhammadiyah dan sebagainya.
Dilihat dari tipikal paradigma keagamaan yang demikian, tradisi
sinoman tidak dapat dipisahkan dari pola keberagamaan masyarakat NU
pedesaan, yang cenderung pada pola keberagamaan ahl al-sunnah wa aljama’ah
dan menghidupkan tradisi-tradisi, termasuk tradisi sosial sebagai
peninggalan masyarakat sebelumnya. Kecenderungan masyarakat NU
adalah menghormati tradisi dan berusaha untuk menghidupkannya dalam
Jawa Pedalaman. Untuk lebih lengkapnya baca Mark R. Woodward, “Islam Jawa”, op. cit.,
hlm. 4. Statemen tersebut merupakan gambaran fenomena keagamaan yang melekat dalam
masyarakat Jawa, yang dikemukakan dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan baik oleh
para ilmuwan dalam negeri maupun oleh para pemerhati dari luar negeri seperti Clifford
Geertz, Anthoni Johns, Karel Stenbrink atau Roland Aland Lukend Bulls dan lain
sebagainya.
6 Secara histories, NU merupakan organisasi keagamaan yang didirikan oleh K. H.
Hasyim Asy’ari pada tahun 1926. NU adalah organisasi yang diikuti oleh kalangan muslim
tradisionalis. Karena itulah, NU memiliki basis social yang kuat dikalangan pesantren
tradisional, tempat dimana para santri tinggal dan menuntut ilmu agama yang tertulis dalam
kitab kuning dibawah asuhan para kyai. Kebanyakan pesantren yang ada di Indonesia
memiliki afiliasi organisatoris dengan NU, dan kebanyakan dari mereka juga menganut
faham Sunni. Lebih lanjut lihat. Slamet Effendi Yusuf, et.al., Dinamika Kaum Santri :
Menelusuri Jejak & Pergolakan Internal NU, (Jakarta: Rajawali, 1983), hal. 6-7.
7
kehidupan masyarakat. Tradisi Sinoman yang merupakan peninggalan dari
para penyebar Islam di Desa Bermi, menjadi tradisi yang diwarisi oleh
generasi selanjutnya untuk menghidupkan syiar Islam. Tradisi sinoman
merupakan ekspresi dari pemahaman keagamaan yang diyakini oleh
pelakunya; kemudian direalisasikan dalam kehidupan sosial serta menjadi
suatu tradisi sosial yang berbasis keyakinan atau paradigma keagamaan.
Tradisi sinoman merupakan gerakan kultural yang mempunyai makna yang
sarat dengan pengamalan atau realisasi keyakinan keagamaan.
C. Asal Usul Tradisi Sinoman
Keberadaan tradisi sinoman dalam masyarakat Desa Bermi, tidak
dapat dipisahkan dari sejarah dakwah Islam di Desa tersebut. Ia menjadi
simbol sosial yang sarat dengan muatan dakwah yang dipraktekkan sebagai
salah satu cara untuk menyebarkan ajaran Islam melalui pendekatan sosial.
Keterlibatan para tokoh agama menjadi sangat menentukan bagi
perkembangan tradisi sinoman.
Karena peran tokoh agama yang strategis dalam setiap sinoman,
sepertinya melekat identitas, bahwa sinoman adalah suatu tradisi agama
yang berdimensi sosial. Sisi lain, juga dapat diketahui bahwa biasanya
dalam awal penawaran sinoman dala masyarakat Desa Bermi, kebanyakan
dibuka bersamaan dengan acara-acara keagamaan, seperti manaqiban.
Alasan kuat yang menjadi dasar tumbuhnya tradisi ini, adalah
kondisi sosial masyarakat Desa Bermi yang di samping mengalami krisis
keagamaan juga dihinggapi kondisi kemiskinan, khususnya pada era
tahun 1960. Pada saat itu, kondisi masyarakat pada umumnya termasuk
masyarakat Desa Bermi mengalami kemarau panjang sehingga terjadi
krisis makanan (longko makanan), ditambah kondisi sosial politik bangsa
yang masih tidak menentu, sehingga menambah penderitaan rakyat.
Kondisi inilah yang menarik partai besar seperti Partai Komunis
(PKI) menawarkan harapan kepada masyarakat dan merekrut mereka
8
untuk bergabung dalam barisan partai. Kantong-kantong kemiskinan
memang menjadi sasaran partai komunis untuk menarik dukungan warga
masyarakat.
Karena kondisi inilah, para santri (tokoh agama) berusaha untuk
melawan propaganda menyesatkan dengan melancarkan jihad untuk
menyelamatkan masyarakat dari hasutan dan tekanan komunis. Dari
sinilah tradisi sinoman mulai berkembang sebagai salah satu langkah
untuk mengantisipasi hasutan dan intimidasi partai komunis.
Kemudian bersamaan dengan semakin membaiknya kondisi sosial
politik bangsa Indonesia, khususnya setelah Gestapu 1965, bersamaan
dengan dikeluarkannya kebijakan politik dilarangnya Partai Komunis,
tradisi sinoman semakin berkembang menjadi tradisi yang dapat
merekatkan masyarakat dalam kerukunan dan persaudaraan.
D. Ragam Tradisi Sinoman
Yang disebutkan berikut adalah hanya beberapa model sinoman,
yang dianggap cukup signifikan bagi pengamatan sinoman dalam
penelitian ini.
1. Ngedekke Omah atau mendirikan rumah
Mendirikan rumah atau tempat tinggal dalam prakteknya
membutuhkan cukup dana. Karena banyaknya kebutuhan, tidak jarang
dana atau anggaran yang tersedia sangat kurang dari memadai. Banyak di
antara mereka yang sudah menabung barang material yang dibutuhkan
untuk membangun rumah memalului sinoman. Biasanya mereka
merencanakan jauh sebelum membangun rumah, tentang segala
kebutuhan dalam mendirikan sebuah rumah dengan ikut sinoman atau
menaruh barang material sepeti kayu, semen, pasir pada tetangga yang
membangun duluan. Maka pada gilirannya, setelah dirasa cukup matreal
yang tersimpan di tempat tetangga, barulah diputuskan waktu yang tepat
9
untuk mendirikan rumah. Sedangkan kekurangannya, mereka dapat
membuka peluang bagi para tetangga atau famili mereka untuk ikut
sinoman atau menaruh barang-barang yang dibutuhkan. Sehingga,
kekurangan dana atau anggaran tidak menghalangi rencana mendirikan
rumah, karena ditopang oleh hasil sinoman.
Dilihat dari sisi ragam yang didapat dari sinoman yang ditawarkan
oleh yang berhajat dalam mendirikan rumah, terdapat antara lain: barangbarang
matreal, seperti semen, kayu, genteng, kaca, batu, paku, batu bata
dan sebagainya. Bentuk lainnya dapat berupa rokok, beras, atau
kebutuhan dapur lainnya yang dibutuhkan untuk melayani para tukang
dan pekerja sambatan. Di samping bentuk matereal dalam membangun
rumah, terdapat pula bentuk sinoman tenaga atau jasa, seperti para
pekerja sambatan yang ikut membantu dalam mendirikan rumah.
Biasanya si punya rumah (yang berhajat) menghitung berapa hari mereka
ikut sambatan, dan jika pekerja punya hajat, ia harus membayarnya dengan
menjadi pekerja sambatan paling tidak dalam hitungan hari yang sama.
2. Ngerjake Sawah (menggarap sawah atau ladang)
Menggarap sawah membutuhkan banyak tenaga. Karena banyaknya
tenaga yang dibutuhkan tidak sedikit di antara warga yang merasa
keberatan untuk menggaji (membayar) tenaga yang dibutuhkan tersebut.
Di sisi lain, ketika musim tanam tiba, mencari tenaga menjadi kesulitan
tersendiri, karena masing-masing punya kesibukan sendiri-sendiri. Maka
sebagian dari mereka melakukan ‘sinoman pekerjaan’ atau ‘sinoman
tenaga’ dalam mengerjakan sawah atau ladang, dengan hitungan atau
perimbangan tenaga laki-laki dengan laki-laki dan tenaga perempuan
dengan perempuan, di samping terdapat perimbangan jumlah hari kerja.
3. Duwe Gawe (Mempunyai Hajat)
Secara umum duwe gawe atau hajatan pada prakteknya
membutuhkan biaya yang relatif banyak, terutama pada momen acara
10
seperti duwe gawe mantenan, ngunduh mantu atau sunatan. Di samping
ngundang banyak tamu atau kondangan, juga pihak yang berhajat
mengundang sanak tetangga dan famili untuk acara selamatan, sebagai
serangkaian dari kegiatan duwe gawe. Maka tuan rumah harus
menyediakan suguhan lebih untuk undangan dalam kondangan dan para
undangan selamatan. Maka wajar apabila seseorang atau hendak
mempunyai hajat sebagaimana disebut di atas haruslah mempersiapkan
dana yang cukup.
Karena menyelenggarakan upacara hajatan atau duwe gawe
membutuhkan dana yang tidak sedikit dan tenaga yang dibutuhkan untuk
membantu cukup banyak, artinya jika ditanggung sendiri dirasa cukup
berat, maka masyarakat Desa Bermi telah lama mentradisikan sinoman
dalam menyelenggarakan hajatan atau duwe gawe. Praktek sinoman
dalam hajatan atau duwe gawe, modelnya hampir sama dengan sinoman
ngedekke rumah, hanya saja dalam sinoman hajatan atau duwe gawe,
barang yang ditawarkan adalah barang yang dibutuhkan bagi orang duwe
gawe, seperti beras, daging, kelapa, rokoh, panganan dan sebagainya.
4. Kesripahan (Upacara untuk Orang yang Meninggal)
Dalam realitanya, menyelenggarakan upacara atau acara selamatan
bagi arwah keluarga yang telah meninggal membutuhkan dana yang
relatif banyak, karena di samping shohibul musibah harus menyuguhkan
makanan secukupnya, baik untuk dimakan di tempat maupun untuk
dibawa pulang para undangan sebagai buah tangan. Dan sudah menjadi
tradisi bahwa makanan yang disediakan harus beraneka ragam, terdiri
dari bermacam kue, nasi serta beberapa lauk pauk atau daging. Karena
tradisi tersebut sudah sudah mendarah daging dalam kehidupan
masyarakat, sehingga kadang-kadang sering dipaksakan untuk
dilaksanakan walaupun sedang tidak punya uang. Dan mereka merasa
11
malu bila makanan yang disuguhkan atau dibawa pulang oleh para
undangan hanya ala kadarnya.
Mengingat besarnya dana yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan acara atau upacara selamatan bagi arwah yang telah
meninggal, maka sinoman menjadi salah satu alternatif bagi penyelesaian
masalah kekuarangan dana dalam upaya merealisasikan upacara
selamatan tersebut. Bentuk sinoman dalam konteks ini, hampir sama
dengan sinoman hajatan atau duwe gawe, yakni berupa barang-barang
kebutuhan dapur yang diperuntukkan untuk menyuguhi tamu atau
undangan, diantaranya beras, gula, daging, rokok, kelapa dan kebutuhan
dapur lainnya.
E. Eksistensi Tradisi Sinoman dalam Masyarakat
Sebagai sebuah tradisi, sinoman menjadi bagian integral dari
kehidupan masyarakat Desa Bermi Kab. Demak. Ia selalu menjadi bagian
dari hampir setiap aktifitas masyarakat, terutama aktifitas yang
membutuhkan bantuan orang lain. Secara fungsional, tradisi sinoman
dirasakan oleh masyarakat, ia bukan saja bermanfaat bagi setiap anggota
masyarakat secara personal, namun terdapat fungsi lain yang sangat urgen
dalam kehidupan bermasyarakat. Di antara fungsi tradisi sinoman dalam
masyarakat Desa Bermi Kab. Demak, antara lain :
Pertama, Perekat Sosial (Social Integration). Sebagai alat integrasi,
tradisi sinoman mempunyai karakter yang dapat dipahami sebagai tradisi
khas suatu masyarakat. Pertama: tradisi sinoman dapat mengintegrasikan
masyarakat tanpa melihat status sosial masyarakat dalam kehidupan
masyarakat Desa Bermi Kab. Demak. Ia dapat mempertemukan antar
warga masyarakat dalam satu kepentingan seperti membantu orang yang
berhajat. Melalui tradisi ini, dapat bertemu antara yang miskin dan yang
kaya bersama-sama membantu orang yang membutuhkan, sesuai dengan
12
tingkat kemampuan mereka dan melihat kebutuhan atau kepentingan
mereka ke depan. Kedua: tradisi sinoman dapat menjadi salah satu ukuran
atau standar tentang tingkat sosial dari warga masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dari peran tradisi sinoman dalam kehidupan masyarakat Desa
Bermi Kab. Demak yang menempati posisi sebagai tradisi sosial yang erat
dengan kehidupan bermasyarakat. Ia menjadi salah satu tradisi, yang
dapat dijadikan sebagai alat takar, khususnya dalam mengukur apakah
seseorang termasuk warga yang dapat hidup bermasyarakat atau tidak.
Kedua, Penopang Tradisi Agama.Tradisi sinoman merupakan tradisi
yang lahir dari masyarakat yang mempunyai latar belakang keagamaan.
Sebagai masyarakat yang mempunyai latar belakang keagamaan,
masyarakat Desa Bermi Kab. Demak, secara umum mempunyai
pandangan bahwa pelaksanaan tradisi sinoman dalam kehidupan
masyarakat tidak dapat dipisahkan dari kegiatan keagamaan. Ia diyakini
oleh masyarakat sebagai salah satu amal sosial dan dinilainya sebagai
ibadah yang mempunyai makna spiritual. Hal ini nampak, bahwa dalam
melaksanakan sinoman, selalu didahului dengan penyelenggaraan acara
ritual, seperti pembacaan manaqib syekh Abdul Qadir al-Jailani. Sampai
sekarang, mereka meyakini bahwa penyelenggaraan manaqiban dalam
serangkaian kegiatan sinoman merupakan rangkaian yang tidak
terpisahkan, dengan harapan pertolongan Allah akan memudahkan bagi
terealisasinya hajat masyarakat.
Di sisi lain, tradisi sinoman tidak dapat dipisahkan dari sejarah
dakwah Islam dalam masyarakat Desa Bermi Kab. Demak. Ia merupakan
salah satu model pendekatan yang digunakan oleh tokoh-tokoh agama
pada waktu itu, untuk menyebarkan ajaran Islam kepada seluruh lapisan
masyarakat melalui kegiatan sosial, seperti sinoman.
F. Karakteristik Motif Spiritual Pelaku Sinoman
Penyelenggaraan sinoman mempunyai karakteristik khas, sebagai
tradisi sosial yang mempunyai nuansa spiritual keagamaan. Beberapa
karakteristik yang dapat dijadikan pijakan untuk menilai karakteristik
spiritual dalam penyelenggaraan tradisi sinoman, di antaranya;
Pertama: terdapat keyakinan pelaku sinoman, bahwa mereka sadar
mengikuti sinoman sebagai bagian dari perintah agama, khususnya
menolong atau membantu orang yang sedang membutuhkan atau
mempunyai hajat adalah diwajibkan oleh agama. Mereka meyakini bahwa
membantu sesamanya dengan ikhlas akan mendatangkan barakah pada
kehidupan keluarga mereka. Sehingga mengikuti sinoman tidak lain adalah
amal ibadah yang mempunyai nilai spiritual yang tinggi.
Karakteristik keagamaan terkait dalam tradisi sinoman nampak
pada dari keyakinan atau persepsi masyarakat Desa Bermi Kab. Demak
dalam mengikuti tradisi sinoman. Bagaimanapun tradisi sinoman adalah
sebuah ibadah agama, tentunya motif seseorang untuk terlibat dalam
tradisi tersebut, berangkat dari keyakinan mereka terhadap ajaran agama.
Kedua: adanya acara ritual dalam serangkaian kegiatan sinoman,
yakni manaqiban yang diselenggarakan sebagai langkah awal dan pembuka
sebelum melakukan sinoman. Manaqiban adalah serangkaian kegiatan do’a
yang dibuka dengan terlebih dahulu membaca sirah atau manaqib Syeh
Abdul Qadir al-Jailani, serta pembacaan tahlil, kemudian ditutup dengan
do’a-do’a. Dalam serangkaian doanya, di samping dibaca do’a manaqib,
juga dibaca do’a ‘akasah, yang diyakini sangat makbul, khususnya untuk
terealisasinya harapan bagi orang yang sedang punya hajat.
Penyelenggaraan ritual manaqiban dalam serangkaian kegiatan
sinoman dalam masyarakat Desa Bermi Kab. Demak, mengindikasikan
bahwa karakteristik spiritualitas nampak dalam keyakinan mereka. Ada
kepercayaan dengan membaca sirah tersebut, karamah wali Syeh Abdul
Qadir al-Jailani akan dapat memberikan barakah bagi kehidupan mereka.
14
Ketiga: peran kyai atau ulama dalam serangkaian penyelenggaraan
tradisi sinoman. Artinya bahwa penyelenggaraan tradisi sinoman terkait
dengan jaringan informal warga masyarakat yang berpusat pada kyai atau
ulama sebagai pemimpin umat sekaligus tokoh dalam masyarakat di
wilayahnya masing-masing. Bagaimanapun kyai merupakan unsur
terpenting dalam setiap penyelenggaraan tradisi sinoman yang sama
pentingnya dalam kegiatan ritual-ritual.
Hal ini tidak dapat dipungkiri, bahwa seluruh warga Desa Bermi
Kab. Demak merupakan warga nahdhiyin. Dalam tradisi warga nahdhiyin,
kyai merupakan tokoh (figur) panutan dalam masyarakat dan ia dititahkan
sebagai pemimpin keagamaan sekaligus pemimpin sosial (umat).
Kepatuhan kepada kyai bagi warga nahdhiyin merupakan keharusan yang
tidak terbantahkan. Apapun yang difatwakan kyai atau ulama diyakini
sebagai solusi terbaik. Sehingga dapat dikatakan bahwa kaum nahdhiyin
adalah komunitas yang mempunyai pandangan ‘serba kyai’, artinya kyai
merupakan elemen terpenting dalam masyarakat dan menjadi rujukan
warga dalam setiap mengambil kebijakan (keputusan).
G. Polarisasi makna Tradisi Sinoman.
Sekalipun telah dipahami bahwa tradisi sinoman mengandung
makna ritual (ibadah) dan sekaligus makna sosial sebagaimana dibahas di
atas, namun beberapa hal nampak munculnya indikasi telah terjadinya
pergeseran nilai sejalan dengan perubahan zaman.
Kondisi krisis ekonomi pasca Orde Baru yang mengakibatkan
naiknya harga-harga barang, biaya hidup makin tinggi membawa pengaruh
langsung pada cara pandang masyarakat Desa Bermi Kab. Demak, termasuk
kemungkinan motif dalam mengikuti sinoman. Tidak dapat dipungkiri
bahwa penyelenggaraan tradisi sinoman mempunyai korelasi dengan
dimensi-dimensi teologis, sosial, politik bahkan ekonomi.
15
Dalam perspektif ekonomi, tradisi sinoman merupakan aktifitas yang
mengandung nilai ekonomi yang signifikan. Karena beberapa keuntungan
materi jelas akan didapatkan, khususnya bagi mereka yang menaruh barang
dan akan menagihnya kembali pada saat ia membutuhkan, sementara nilai
barang telah melonjak tinggi. Gambaran di atas, diakui oleh kebanyakan
responden yang peneliti temui, umumnya mereka mengakui bahwa
mengikuti sinoman mempunyai keuntungan secara materi, khususnya di
saat harga barang fluktuatif dan cenderung naik.
Walapun tanggapan kebanyakan responden menjawab bahwa motif
utama yang mendasari masyarakat mengikuti sinoman adalah dorongan
agama (76,6%), atau motif dapat bersosial (20%), namun menurut para
responden (hampir semuanya responden yang peneliti wawancarai)
membenarkan adanya keuntungan ekonomi dalam mengikuti sinoman,
baik oleh yang menyelenggarakan sinoman maupun partisipan sinoman.
Namun menurut mereka, motif ekonomi bukanlah satu-satunya alasan
untuk seseorang mengikuti tradisi sinoman, sebab cara pandang
masyarakat desa bersifat sederhana serta tidak dapat diklasifikasikan
semata-mata sebagai pertimbangan materialis yang berdasar pada kalkulasi
untung rugi dalam mengikuti tradisi sinoman.
Dari hasil penelusuran dan wawancara terhadap respondenresponden,
nampak bahwa gejala yang nampak dipermukaan, secara
substansial mendudukkan tradisi sinoman mempunyai fungsi-fungsi atau
makna-makna, termasuk fungsi atau makna ekonomi dalam masyarakat
Desa Bermi kab. Demak. Fungsi ekonomi terutama nampak jelas pada
potensinya menjamin ketersediaan dana atau barang yang dibutuhkan
dalam waktu ketika seseorang sedang mempunyai hajat. Sedangkan bagi
partisipan, mengikuti sinoman dengan menaruh barang tertentu pada
penyelenggara sinoman, merupakan bagian dari persiapan atau tabungan,
16
untuk kepentingan pada waktu mendatang, tentunya dengan barang
semisal yang nilai harganya lebih tinggi.
Keuntungan-keuntungan yang dirasakan langsung oleh
penyelenggara maupun partisipan tradisi sinoman dalam konteks dan
perspektif tertentu merupakan efek langsung yang tidak dapat diabaikan
dari sistem tradisi sinoman. Jaminan ketersediaan dana atau barang yang
dibutuhkan bagi penyelenggara sinoman dan kemungkinan kelebihan
harga dari barang yang dititipkan oleh para partisipan merupakan efek
ekonomi yang khas dan melengkapi makna atau fungsi spiritual maupun
sosial yang melekat dalam penyelenggaraan tradisi sinoman masyarakat
Desa Bermi Kab. Demak.
Akhirnya, penelitian ini dalam batas tertentu dapat menangkap
terjadinya polarisasi makna dalam tradisi sinoman dari tradisi yang
bersendikan makna spiritual keagamaan dalam perspektif historisnya
kepada tradisi yang menjanjikan keuntungan-keuntungan materi,
khususnya dalam kondisi krisis ekonomi seperti yang sekarang ini.
H. KESIMPULAN
Dari temuan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tradisi sinoman adalah tradisi sosial yang mengandung dimensi-dimensi
spiritual. Indikasinya adalah motif spiritualitas dari pelaku sinoman dan
kegiatan ritual spiritualitas (manaqiban) menjadi bagian integral dalam
penyelenggaraan sinoman.
2. Tradisi Sinoman merupakan bagian integral dari setiap aktifitas
masyarakat, terutama aktifitas yang membutuhkan bantuan orang lain.
Keberadaan tradisi sinoman dalam masyarakat Desa Bermi Kab. Demak
mempunyai fungsi sebagai alat integrasi sosial serta penopang dakwah
agama.
17
3. Fungsi ekonomi Tradisi Sinoman, nampak pada potensinya menjamin
ketersediaan dana atau barang yang dibutuhkan ketika seseorang
mempunyai hajat. Sedangkan bagi partisipan sinoman, merupakan
bagian dari tabungan, untuk kepentingan waktu mendatang. Akhirnya,
dalam batas tertentu dapat ditangkap terjadinya polarisasi makna tradisi
sinoman dari tradisi yang bersendikan makna spiritual keagamaan dalam
perspektif historisnya kepada tradisi yang menjanjikan keuntungankeuntungan
materi.
DAFTAR PUSTAKA
Bernstein, A., Douglas, Essentials of Psychology, New York: Houghton Mifflin,
1999.
Dlofier, Zamakhsari, Tradisi Pesantren, LP3ES, Jakarta, 1990.
Eposito, L., John, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic, (World, New
York, 1995).
Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, (Jakarta: Gramedia, 1990).
Geertz, Clifford, The Religion of Java, (Chicago: The University of Chocago Press),
1976
Goode & Hatt, Methods in Social Research, (Tokyo: Mc Graw-Hill Kogakhusa
Ltd., 1952).
Hardjowirogo, Marbangun, Adat Istiadat Jawa, (Bandung: Patma), t.t.
J.K., David, Filsafat Jawa, (Jakarta: Airlangga), 1986.
Jong, De, Salah satu sikap hidup orang jawa, (Yogyakarta: Kanisius), 1976.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984)
--------------------, Metode-Metode penelitian masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1997)
Muhadjir, metodologi penelitian kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996).
Mulder, Niels, kebatinan dan kehidupan sehari-hari orang jawa, edisi terjemahan,
(Jakarta: Gramedia, 1983).
Nasikun, DR., Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995).
Nottingham, K., Elizabeth, Agama dan Masyarakat (Suatu Pengantar Sosiologi
Agama), (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 1997
18
Parsons, Talcott dan Shils, A., Edward, Toward A General theory of Action, 1962
Pemerintah Kabupaten Demak, Buku Isian Data Dasar Profil Desa, 2000
Roland Alan Lukens Bull, A Peacefull Jihad: Javanese Islamic Education and
Religious Identity Construction, (Arizona: Arizona State University, 1997 ).
Shadily, Hassan, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta : Bina Aksara,
1983)
Siswanto, Joko, Sistem Metafisika Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998).
Soedarsono dkk., Beberapa Aspek Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Javanologi, 1986)
Soetandya, Globalisasi : Apa yang perlu kita ketahui ?, Makalah, 1997
Suseno, Magnis, Franz, Etika Jawa, (Yogyakarta: Gramedia, 1993)
Tart, T., Charles, Transpersonal Psychologies, (New York : Happer & Row , 1969)
Veeger, K.J., 1986, Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas hubungan individu
masyarakat dalam cakrawala sejarah sosiologi, (Jakarta: Gramedia, 1999)
Woodward, R., Mark, Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan,
(Yogyakarta: LkiS, 1999)
Yusuf, Effendi, Slamet, et.al., Dinamika Kaum Santri : Menelusuri Jejak &
Pergolakan Internal NU, (Jakarta: Rajawali, 1983).
Pergeseran Paradigma di Era Globalisasi
Onno W. Purbo
Institut Teknologi Bandung
Tulisan ini difokuskan pada pergeseran yang mendasar pada berbagai paradigma khususnya dalam
dunia pendidikan & pengetahuan di era informasi mendatang. Keberadaan teknologi informasi,
jaringan Internet dan percepatan aliran informasi menjadi dasar dari pergeseran tersebut. Kekuatan
knowledge menjadi terlihat dengan jelas dengan adanya percepatan transaksi informasi melalui
jaringan Internet.
Bayangkan - Alangkah mulianya pekerjaan seorang guru yang mengajar satu juta murid dalam waktu
yang bersamaan; betapa cepatnya ilmu pengetahuan tersebar. Bayangkan jika kita dapat dengan
mudah berbincang dengan Presiden B.J. Habibie & para menteri pembantu yang menurut kabar
telah menggunakan E-mail; alangkah indahnya hidup ini jika aspirasi rakyat banyak dapat dengan
cepat mencapai & bahkan berinteraksi langsung dengan pimpinan tertinggi negara tanpa perlu takut
di sensor, di ciduk, di culik oleh aparat BKO. Menjadi seorang exportir ke seluruh penjuru dunia yang
berpenghasilan US$ menjadi demikian mudah. Bayangkan - batas antar negara hanya berjarak
antara ujung jari anda dengan keyboard!
Tampaknya semuanya demikian mudah, tentunya ada prasyarat yang menyebabkan hal-hal yang
tampaknya demikian mudah menjadi mungkin. Satu hal yang sangat dominan sekali di dunia
informasi adalah bahwa "keberhasilan seseorang / sebuah badan akan sangat ditentukan pada
knowledge yang dihasilkan oleh orang / lembaga tersebut". Jelas bahwa keberhasilan seseorang
sama sekali tidak ada kaitan dengan jabatan / kekuasaan orang tersebut; siapa orang tua-nya;
bagaimana koneksi dia dengan penguasa, sederhananya di era informasi "orang menggunakan otak
bukan otot untuk membeli sembako".
Sepertinya sederhana & ceria sekali dunia mendatang, KKN menjadi hilang, penculikan & kegiatan
represif lainnya tidak ada. Apakah memang benar demikian? Apakah konsekuensi yang harus di
tanggung oleh bangsa ini dalam era mendatang ….
Sederhana sekali sebetulnya, hal-hal yang tadinya terpusat pada kekuasaan dan kemapanan
tampaknya akan tersebar pada rakyat banyak. Jadi kekuasaan yang tadinya terpusat akan tersebar
dipegang langsung oleh rakyat dibantu oleh teknologi informasi yang memungkinkan transfer
knowledge dengan cepat. Dengan tersebarnya knowledge & kekuasaan pada rakyat, maka secara
simultan uang, kekayaan & kekuatan ekonomi akan berada langsung pada massa yang banyak tidak
lagi terpusat pada segelintir penguasa & konglomerat yang menyimpan uangnya di Bank-Bank asing.
Penyebaran kekayaan langsung pada rakyat bukannya tanpa masalah, kompetisi antar anggota
masyarakat akan menjadi sangat tajam sekali untuk memenangkan / memperoleh bagian rizki-nya.
Disini letak kekuatan knowledge & skill, kompetisi yang sangat tajam akan mendorong berbagai
aliansi maupun tekanan pada dunia pendidikan utk membangun SDM berkualitas yang sangat
dibutuhkan. Faktor manusia menjadi demikian tinggi - amat sangat dominan & menentukan dalam
berbagai sendi kehidupan. Keberhasilan sebuah usaha akan amat sangat tergantung pada
kemampuan knowledge & skill SDM yang berada di belakangnya & bukan lagi pada koneksi / KKN.
Kebutuhan akan knowledge menjadi sedemikian besar sehingga pendidikan & knowledge menjadi
salah satu komoditi unggulan yang sangat diminati oleh banyak orang. Pengaturan secara terpusat
dari sebuah sistem pendidikan akan gagal, kompetisi akan mendorong terbentuknya berbagai
bentuk aliran pendidikan (formal, informal, terakreditasi, tersertifikasi, diakui, disamakan,
diacuhkan, dibiarkan) dengan tujuan yang sangat sederhana yaitu memberikan layanan knowledge
bagi rakyat. Dengan tinggi-nya kebutuhan / demand di rakyat utk memperoleh pendidikan /
knowledge dengan kapasitas bangku yang sangat terbatas maka tekanan pada kemapanan sistem
pendidikan akan sangat terasa.
Keberadaan teknologi informasi / internet, akan menambah tekanan yang ada menjadi tekanan &
tantangan yang sangat luar biasa bagi sistem pendidikan di Indonesia saat ini. Knowledge dapat
diperoleh dengan mudah melalui berbagai Web sites, diskusi di mailing list, chat melalui IRC. Pada
sisi ekstrim, knowledge tidak lagi terpusat pada guru / dosen, tidak lagi diperlukan sekolah, tidak lagi
diperlukan perguruan tinggi. Knowledge bisa diperoleh langsung dari rakyat banyak. Disini pola
pengajaran yang selama ini di anut akan memperoleh tantangan yang sangat besar dari keberadaan
knowledge yang demikian banyak yang terbuka bagi para siswa. Konsep learning based menjadi
sangat dominan dimana guru / dosen akan lebih banyak menjadi fasilitator. Siswa / mahasiswa akan
lebih cenderung menjadi lebih pandai dari gurunya - disini terjadi generation lap (kebalikan dari
generation gap). Konsep distributed knowledge yang bertumpu pada teknologi informasi akan
berjalan nyata utk akhirnya membentuk sebuah collective wisdom dari masyarakat. Kekuatan
kumpulan masyarakat pandai bertumpu pada teknologi informasi akan mengungguli pikiran seorang
professor sendirian.
Proses recognition / pengakuan akan dilakukan langsung oleh masyarakat, sertifikasi keahlian
dilakukan langsung oleh masyarakat profesional. Bahkan sertifikasi global seperti MCP, MCSE, MCT
dari Microsoft nilainya jauh lebih tinggi daripada ijasah ITB sekalipun utk mencari pekerjaan di dunia
komputer. Pengakuan keahlian seseorang akan dilakukan oleh masyarakat profesional dari hasil /
karya yang dia hasilkan bukan oleh dunia pendidikan tersebut. Jelas bahwa masyarakat (society)
yang akan melakukan audit / sertifikasi pada seseorang utk menyatakan bahwa orang tersebut
betul-betul ahli dalam bidangnya.
Tekanan pada dunia pendidikan sangat jelas, jadi mengapa kita perlu mempersulit berdirinya
sekolah? Mengapa kita perlu mempertahankan ujian negara bagi lulusan PTS? Mengapa DEPDIKBUD
perlu membentuk BAN PT utk mengakreditasi? Mengapa tidak kita serahkan pada mekanisme
masyarakat profesional dalam sebagian proses pendidikan yang ada? Semua pergeseran paradigma
ini merupakan tantangan & tekanan yang sangat nyata-nyata bagi DEPDIKBUD dalam era informasi
mendatang.
Belum lagi jika kita memperhatikan sistem kenegaraan, keberadaan sistem informasi yang demikian
cepat bukan hanya akan membuat sebuah negara menjadi lebih demokratis & transparan, akan
tetapi mungkin suatu saat nanti kekuasaan betul-betul berada di tangan rakyat - tanpa perlu lagi ada
sistem perwakilan, sistem kepartaian, sistem pemilu - mungkin konsep collective wisdom dapat
menggantikan fungsi MPR - barangkali?
Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan sedikit wawasan & pola pandang yang lain
khususnya dalam menyiapkan diri kita semua dalam menyongsong kompetisi global di era informasi
mendatang.

paradigma masyarakat

PARADIGMA SPIRITUALITAS DALAM TRADISI SINOMAN
(Pengamatan atas Tradisi Sinoman dalam Masyarakat Desa Bermi Kab. Demak)
Oleh : Abdul Kholiq
Abstrak
Dari perspektif sejarah, eksistensi tradisi sinoman tidak bisa
dipisahkan dari sejarah dakwah Islam yang dilakukan di Desa Bermi,
Kabupaten Demak. Tradisi tersebut merupakan simbol sosial yang
dipraktekkan di sana untuk menyebarkan ajaran Islam melalui
pendekatan sosial. Dalam tradisi ini prinsip familiar dibangun oleh
seluruh lapisan masyarakat yang dipimpin oleh seorang kyai. Karena
kontribusi dari pemimpin agama sangat signifikan, maka tradisi
sinonam tersebut di satu sisi memiliki identitas budaya, sekaligus
tradisi keagamaan serta di sisi lain memiliki dimensi sosial.Tradisi
sinoman lazimnya dibuka dengan seremoni dengan membacakan
biografi Abdul Qadir Jailani atau tahlilan.
Key words: tradisi, spiritual, sosial, ajaran keagamaan, value.
A. Pendahuluan
Masyarakat Jawa menurut kalangan peneliti, dikenal sebagai
masyarakat yang kaya akan tradisi sosial. Pada dasarnya, masyarakat Jawa
dikenal sebagai masyarakat yang menerapkan tata nilai sosial ‘hidup rukun’
atau ‘tepo seliro’ dan ‘tolong menolong’ atau ‘guyub’dalam kehidupan sosial
sehari-harinya.
Sinoman atau yang lazim disebut iriban dapat dipahami dalam dua
pengertian, yakni memberikan sumbangan atau ‘nitip barang’ dan
menagihnya kembali ketika sedang membutuhkan. Di sinilah, sering muncul
permasalahan, khususnya dalam pengertian kedua. Kadang ketika orang
yang ‘nitip barang’ sedang membutuhkan, seorang yang dititipi ‘mau tidak
2
mau’ harus menyediakan barang yang semisal dan sebanding dengan
barang yang dititipkan. Sementara, orang yang dititipi belum
memungkinkan untuk mengembalikan barang.
Salah satu yang mendorong dilakukannya penelitian ini ialah
ditemukannya polarisasi 'makna' dari tradisi 'sinoman'. Dasar-dasar agama
yang dulunya menjadi 'takaran' dalam melakukan amal sosial, seperti
'ikhlas', ‘menolong yang membutuhkan adalah perintah agama 'sampai'
dasar harapan akan pahala'; kadang menjadi sempit, karena munculnya
motif-motif ekonomi yang mendominasi dalam melakukan tradisi 'sinoman'.
Kadang, motif untuk ikut dalam 'sinoman' lebih didasari karena
'keuntungan material', seperti dengan menitipkan barang (ketika harga
masih murah), kelak jika ia membutuhkan barang yang sama (padahal harga
barang sudah melipat), maka ia mendapatkan keuntungan yang berlipat
juga.
Untuk mengarahkan penelitian, objek penelitian ini dirumuskan
dalam dua hal. Pertama: Penggalian dimensi spiritual, yang
melatarbelakangi seseorang ikut dalam ‘sinoman’. Kedua: Penelusuran
tentang makna dan fungsi sosial-keagamaan tradisi sinoman bagi
masyarakat setempat.
Yang perlu tegaskan garisnya dalam penelitian ini, --sebelum
menentukan metodologi, adalah antara lain ruang lingkup konsepsional dan
ruang lingkup obyek penelitian (lapangan). Pada ranah konsepsional obyek
penelitian mencakup penggalian motif spiritual yang mendasari suatu
tradisi ‘sinoman’. Penjelasan tentang ‘ragam motif’ terutama motif spiritual,
tentunya dapat membantu mengarahkan penelitian pada makna dan fungsi
sosial tradisi ‘sinoman’ dalam masyarakat tersebut.
Teknik pengumpulan data, dengan mempertimbangkan cakupan
penelitian yang di samping mengarah kepada dimensi spiritual dalam
tradisi sinoman, juga dimensi sosialnya, maka penggalian datanya dengan
menggunakan dua perangkat teknik pengumpulan data, yaitu: observasi
3
atau metode pengamatan baik dengan sentuhan participant observation
maupun uncontrolled observation.
Metode kedua adalah wawancara (interview), kepada pelaku atau
individu-individu yang terlibat dalam tradisi ‘sinoman’, ditambah sumber
lain yang dipilih dengan pertimbangan kemungkinannya sebagai sumber
yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan, seperti tokoh agama
(kyai), tokoh masyarakat dan lain sebagainya.
Penelitian ini mengambil area penelitian di Desa Bermi Kecamatan
Mijen Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Dipilihnya area tersebut, karena
disamping masyarakat Desa Bermi sangat kuat dalam menjaga tradisi
‘sinoman’, di sisi lain, masyarakat Desa Bermi dikenal sebagai masyarakat
yang sangat taat dan kuat dalam beragama (Islam). Selanjutnya data yang
didapat baik dari observasi maupun dari wawancara akan dianalisis begitu
tercatat, artinya analisis data dilakukan tanpa menunggu data terkumpul
sampai batas tertentu (Goode & Hatt, 1952: 152)
Berdasarkan rumusan masalah, maka ruang lingkup penelitian ini
termasuk ke dalam jenis penelitian kualitatif. Maka analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Fenomenologi
adalah salah satu pendekatan yang akan digunakan, mengingat pendekatan
ini memungkinkan analisis didasarkan pada penghayatan intuitif atau versi
subyektif sebagaimana didapatkan dari pengamatan partisipatoris dan
wawancara langsung yang mendalam.
Fenomenologi di sini yakni suatu penarikan kesimpulan dengan
menggunakan setidaknya tiga langkah, yaitu: interpretasi, ekstrapolasi dan
meaning. Penafsiran adalah tetap berpegang pada materi yang ada, dicari
latar belakangnya, konteksnya agar dapat ditemukan konsep atau
gagasannya secara lebih jelas. Ekstrapolasi lebih menekankan pada
kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal dibalik yang
tersajikan. Memberikan makna merupakan upaya lebih jauh dari penafsiran
dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrapolasi. Materi yang tersajikan,
4
seperti juga ekstrapolasi dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator
bagi sesuatu yang lebih jauh. Dibalik yang tersajikan bagi ekstrapolasi
terbatas dalam arti empirik logik, sedangkan pada pemaknaan dapat pula
menjangkau yang etik ataupun yang transendental (Muhadjir, 1996: 138).
B. Paradigma Spiritual Masyarakat Desa Bermi Kab. Demak
Paradigma 1 adalah cara pandang dan cara berfikir terhadap respon
yang ia hadapi termasuk dalam fenomena sosial. Cara pandang tersebut
tidak butuh terhadap tes ulang dan mengontrol secara kuat terhadap cara
kerja ide kita. Karena itulah, paradigma tidak hanya berlaku pada hal-hal
yang berkaitan dengan persoalan yang bersifat ilmiah, akan tetapi ia juga
berlaku dalam wilayah yang masih samar-samar.2 Dengan kata lain,
paradigma dapat ditemukan dalam hal-hal yang dirumuskan secara ilmiah
maupun dalam hal yang belum atau bahkan tidak punya landasan ilmiah
yang jelas. Hal itu disebabkan oleh perbedaan tingkatan kesadaran yang
dimiliki oleh seseorang ketika ia menilai sebuah fenomena.
Tampaknya konsep paradigma yang dikembangkan oleh Thomas
Kuhn memiliki cakupan makna yang sangat luas. Sebab setiap manusia,
dalam pandangan Kuhn, memiliki paradigma, cara pandang tentang
berbagai realitas yang berbeda. Kita memiki paradigma personal dan
cultural mengenai sosial, ekonomi, politik, agama dan persoalan yang lain.
Dan semua itu merupakan system kepercayan yang implisit dalam benak
fikiran manusia disaat dia berfikir, mengerjakan dan menilai sesuatu. Secara
histories, Kuhn juga telah menunjukkan bahwa terjadinya pertentangan
paradigma (Paradigm Clashes) ditandai oleh rasa pertentangan dan
1 Paradigma merupakan hasil tertinggi dari pencapaian intelektual yang dapat dijadikan
patokan dasar ilmu pengetahuan biasa dan dapat menjadi landasan pijak aktivitas yang
ilmiah (Supertheory). Charles T. Tart, Transpersonal Psychologies, New York : Happer &
Row , 1969, 17-18.
2 Douglas A. Bernstein, Essentials of Psychology, New York: Houghton Mifflin, 1999,
hal.126.
5
perseteruan yang dalam dan juga sikap penolakan yang total terhadap
lawan. Karena itu, perdebatan yang timbul dari berbagai ilmuan juga
menunjukkan adanya keberadaan pertentangan yang bersifat emosinal.3
Dari paparan di atas dapat ditarik pemahaman bahwa bentuk atau
karakter tertentu dari paradigma atau cara pandang seseorang atau suatu
komunitas akan menentukan makna bagi realitas sosial. Paradigma
spiritualitas, artinya cara pandang yang bersumber dari spirit keagamaan
seseorang akan menjadi keyakinan dan dasar dari seluruh aktivitas / realita
sosial dalam suatu masyarakat. Dalam konteks inilah istilah paradigma
spiritual digunakan dan dibahas sebagai dasar bagi keterlibatan masyarakat
dalam tradisi sinoman. Karena itu, fokus dari kajian penelitian tidak semata
mencermati tradisi sosial akan tetapi juga meneliti kecendrungan teologis
yang menjadi dasar dari paradigma spirtualitas yang dimiliki oleh pelaku
sinoman.
Dilihat dari tipikal paradigma spiritual, masyarakat Desa Bermi Kab.
Demak mempunyai tipikal sebagai masyarakat santri, sebagaimana tipikal
keagamaan masyarakat Demak pada umumnya. Menurut ilmuan sosial,
pola kultural keagamaan masyarakat pesisir utara Pulau Jawa, termasuk
wilayah Kab. Demak pada umumnya mempunyai pola kebudayaan
dengan wawasan kultural yang bersendikan agama, atau lazim disebut
masyarakat “santri”.4 Menurut Greertz, nampaknya pola keberagamaan
masyarakat muslim pesisir berbeda dengan pola keberagamaan masyarakat
muslim pedalaman atau non-pesisir.5 Tipikal santri nampak dari tradisi
3 John L. Eposito, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic, World, New York,
1995, III, p. 218
4 Lihat Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan,
(Yogyakarta: LkiS), 1999, hlm.113. Lihat Clifford Geertz, The Religion of Java, (Chicago: The
University of Chocago Press), 1976, hlm. 127
5Bagi masyarakat Jawa secara umum, Islam merupakan kekuatan dominan di dalam
ritus-ritus, kepercayaan-kepercayaan serta ia turut membentuk karakter interaksi sosial dan
kehidupan sehari-hari bagi kebanyakan masyarakat Jawa.Namun sifat ke-Islaman
masyarakat Jawa, mempunyai fenomena yang berbeda antara Islam Pesisir Jawa dan Islam
6
keagamaan serta bentuk interaksi sosial yang berkembang dalam
masyarakat, masih terikat kuat dengan norma agama dan menempatkan
kyai tradisional sebagai pemimpin masyarakat. Peran kyai sangat strategis
dalam interaksi dan strata sosial masyarakat. Kyai dipandang mempunyai
posisi dan pengaruh terkuat dalam lingkungan masyarakat. Hampir
permasalahan sosial selalu merujuk pada pendapat atau pandangan kyai,
termasuk dalam menentukan pilihan politik.
Karena karakter paradigma yang bersifat tradisionalis agamis
sebagaimana disebut diatas, maka sebagian besar masyarakat Desa Bermi
berafiliasi pada jam’iyah NU (Nahdhatul Ulama) 6, dengan menempatkan
kyai sebagai posisi sosial tertinggi. Sebagai masyarakat santri NU,
masyarakat Desa Bermi mempunyai tradisi-tradisi keagamaan yang
berbeda dengan tradisi keagamaan masyarakat santri lainnya, seperti
Muhammadiyah dan sebagainya.
Dilihat dari tipikal paradigma keagamaan yang demikian, tradisi
sinoman tidak dapat dipisahkan dari pola keberagamaan masyarakat NU
pedesaan, yang cenderung pada pola keberagamaan ahl al-sunnah wa aljama’ah
dan menghidupkan tradisi-tradisi, termasuk tradisi sosial sebagai
peninggalan masyarakat sebelumnya. Kecenderungan masyarakat NU
adalah menghormati tradisi dan berusaha untuk menghidupkannya dalam
Jawa Pedalaman. Untuk lebih lengkapnya baca Mark R. Woodward, “Islam Jawa”, op. cit.,
hlm. 4. Statemen tersebut merupakan gambaran fenomena keagamaan yang melekat dalam
masyarakat Jawa, yang dikemukakan dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan baik oleh
para ilmuwan dalam negeri maupun oleh para pemerhati dari luar negeri seperti Clifford
Geertz, Anthoni Johns, Karel Stenbrink atau Roland Aland Lukend Bulls dan lain
sebagainya.
6 Secara histories, NU merupakan organisasi keagamaan yang didirikan oleh K. H.
Hasyim Asy’ari pada tahun 1926. NU adalah organisasi yang diikuti oleh kalangan muslim
tradisionalis. Karena itulah, NU memiliki basis social yang kuat dikalangan pesantren
tradisional, tempat dimana para santri tinggal dan menuntut ilmu agama yang tertulis dalam
kitab kuning dibawah asuhan para kyai. Kebanyakan pesantren yang ada di Indonesia
memiliki afiliasi organisatoris dengan NU, dan kebanyakan dari mereka juga menganut
faham Sunni. Lebih lanjut lihat. Slamet Effendi Yusuf, et.al., Dinamika Kaum Santri :
Menelusuri Jejak & Pergolakan Internal NU, (Jakarta: Rajawali, 1983), hal. 6-7.
7
kehidupan masyarakat. Tradisi Sinoman yang merupakan peninggalan dari
para penyebar Islam di Desa Bermi, menjadi tradisi yang diwarisi oleh
generasi selanjutnya untuk menghidupkan syiar Islam. Tradisi sinoman
merupakan ekspresi dari pemahaman keagamaan yang diyakini oleh
pelakunya; kemudian direalisasikan dalam kehidupan sosial serta menjadi
suatu tradisi sosial yang berbasis keyakinan atau paradigma keagamaan.
Tradisi sinoman merupakan gerakan kultural yang mempunyai makna yang
sarat dengan pengamalan atau realisasi keyakinan keagamaan.
C. Asal Usul Tradisi Sinoman
Keberadaan tradisi sinoman dalam masyarakat Desa Bermi, tidak
dapat dipisahkan dari sejarah dakwah Islam di Desa tersebut. Ia menjadi
simbol sosial yang sarat dengan muatan dakwah yang dipraktekkan sebagai
salah satu cara untuk menyebarkan ajaran Islam melalui pendekatan sosial.
Keterlibatan para tokoh agama menjadi sangat menentukan bagi
perkembangan tradisi sinoman.
Karena peran tokoh agama yang strategis dalam setiap sinoman,
sepertinya melekat identitas, bahwa sinoman adalah suatu tradisi agama
yang berdimensi sosial. Sisi lain, juga dapat diketahui bahwa biasanya
dalam awal penawaran sinoman dala masyarakat Desa Bermi, kebanyakan
dibuka bersamaan dengan acara-acara keagamaan, seperti manaqiban.
Alasan kuat yang menjadi dasar tumbuhnya tradisi ini, adalah
kondisi sosial masyarakat Desa Bermi yang di samping mengalami krisis
keagamaan juga dihinggapi kondisi kemiskinan, khususnya pada era
tahun 1960. Pada saat itu, kondisi masyarakat pada umumnya termasuk
masyarakat Desa Bermi mengalami kemarau panjang sehingga terjadi
krisis makanan (longko makanan), ditambah kondisi sosial politik bangsa
yang masih tidak menentu, sehingga menambah penderitaan rakyat.
Kondisi inilah yang menarik partai besar seperti Partai Komunis
(PKI) menawarkan harapan kepada masyarakat dan merekrut mereka
8
untuk bergabung dalam barisan partai. Kantong-kantong kemiskinan
memang menjadi sasaran partai komunis untuk menarik dukungan warga
masyarakat.
Karena kondisi inilah, para santri (tokoh agama) berusaha untuk
melawan propaganda menyesatkan dengan melancarkan jihad untuk
menyelamatkan masyarakat dari hasutan dan tekanan komunis. Dari
sinilah tradisi sinoman mulai berkembang sebagai salah satu langkah
untuk mengantisipasi hasutan dan intimidasi partai komunis.
Kemudian bersamaan dengan semakin membaiknya kondisi sosial
politik bangsa Indonesia, khususnya setelah Gestapu 1965, bersamaan
dengan dikeluarkannya kebijakan politik dilarangnya Partai Komunis,
tradisi sinoman semakin berkembang menjadi tradisi yang dapat
merekatkan masyarakat dalam kerukunan dan persaudaraan.
D. Ragam Tradisi Sinoman
Yang disebutkan berikut adalah hanya beberapa model sinoman,
yang dianggap cukup signifikan bagi pengamatan sinoman dalam
penelitian ini.
1. Ngedekke Omah atau mendirikan rumah
Mendirikan rumah atau tempat tinggal dalam prakteknya
membutuhkan cukup dana. Karena banyaknya kebutuhan, tidak jarang
dana atau anggaran yang tersedia sangat kurang dari memadai. Banyak di
antara mereka yang sudah menabung barang material yang dibutuhkan
untuk membangun rumah memalului sinoman. Biasanya mereka
merencanakan jauh sebelum membangun rumah, tentang segala
kebutuhan dalam mendirikan sebuah rumah dengan ikut sinoman atau
menaruh barang material sepeti kayu, semen, pasir pada tetangga yang
membangun duluan. Maka pada gilirannya, setelah dirasa cukup matreal
yang tersimpan di tempat tetangga, barulah diputuskan waktu yang tepat
9
untuk mendirikan rumah. Sedangkan kekurangannya, mereka dapat
membuka peluang bagi para tetangga atau famili mereka untuk ikut
sinoman atau menaruh barang-barang yang dibutuhkan. Sehingga,
kekurangan dana atau anggaran tidak menghalangi rencana mendirikan
rumah, karena ditopang oleh hasil sinoman.
Dilihat dari sisi ragam yang didapat dari sinoman yang ditawarkan
oleh yang berhajat dalam mendirikan rumah, terdapat antara lain: barangbarang
matreal, seperti semen, kayu, genteng, kaca, batu, paku, batu bata
dan sebagainya. Bentuk lainnya dapat berupa rokok, beras, atau
kebutuhan dapur lainnya yang dibutuhkan untuk melayani para tukang
dan pekerja sambatan. Di samping bentuk matereal dalam membangun
rumah, terdapat pula bentuk sinoman tenaga atau jasa, seperti para
pekerja sambatan yang ikut membantu dalam mendirikan rumah.
Biasanya si punya rumah (yang berhajat) menghitung berapa hari mereka
ikut sambatan, dan jika pekerja punya hajat, ia harus membayarnya dengan
menjadi pekerja sambatan paling tidak dalam hitungan hari yang sama.
2. Ngerjake Sawah (menggarap sawah atau ladang)
Menggarap sawah membutuhkan banyak tenaga. Karena banyaknya
tenaga yang dibutuhkan tidak sedikit di antara warga yang merasa
keberatan untuk menggaji (membayar) tenaga yang dibutuhkan tersebut.
Di sisi lain, ketika musim tanam tiba, mencari tenaga menjadi kesulitan
tersendiri, karena masing-masing punya kesibukan sendiri-sendiri. Maka
sebagian dari mereka melakukan ‘sinoman pekerjaan’ atau ‘sinoman
tenaga’ dalam mengerjakan sawah atau ladang, dengan hitungan atau
perimbangan tenaga laki-laki dengan laki-laki dan tenaga perempuan
dengan perempuan, di samping terdapat perimbangan jumlah hari kerja.
3. Duwe Gawe (Mempunyai Hajat)
Secara umum duwe gawe atau hajatan pada prakteknya
membutuhkan biaya yang relatif banyak, terutama pada momen acara
10
seperti duwe gawe mantenan, ngunduh mantu atau sunatan. Di samping
ngundang banyak tamu atau kondangan, juga pihak yang berhajat
mengundang sanak tetangga dan famili untuk acara selamatan, sebagai
serangkaian dari kegiatan duwe gawe. Maka tuan rumah harus
menyediakan suguhan lebih untuk undangan dalam kondangan dan para
undangan selamatan. Maka wajar apabila seseorang atau hendak
mempunyai hajat sebagaimana disebut di atas haruslah mempersiapkan
dana yang cukup.
Karena menyelenggarakan upacara hajatan atau duwe gawe
membutuhkan dana yang tidak sedikit dan tenaga yang dibutuhkan untuk
membantu cukup banyak, artinya jika ditanggung sendiri dirasa cukup
berat, maka masyarakat Desa Bermi telah lama mentradisikan sinoman
dalam menyelenggarakan hajatan atau duwe gawe. Praktek sinoman
dalam hajatan atau duwe gawe, modelnya hampir sama dengan sinoman
ngedekke rumah, hanya saja dalam sinoman hajatan atau duwe gawe,
barang yang ditawarkan adalah barang yang dibutuhkan bagi orang duwe
gawe, seperti beras, daging, kelapa, rokoh, panganan dan sebagainya.
4. Kesripahan (Upacara untuk Orang yang Meninggal)
Dalam realitanya, menyelenggarakan upacara atau acara selamatan
bagi arwah keluarga yang telah meninggal membutuhkan dana yang
relatif banyak, karena di samping shohibul musibah harus menyuguhkan
makanan secukupnya, baik untuk dimakan di tempat maupun untuk
dibawa pulang para undangan sebagai buah tangan. Dan sudah menjadi
tradisi bahwa makanan yang disediakan harus beraneka ragam, terdiri
dari bermacam kue, nasi serta beberapa lauk pauk atau daging. Karena
tradisi tersebut sudah sudah mendarah daging dalam kehidupan
masyarakat, sehingga kadang-kadang sering dipaksakan untuk
dilaksanakan walaupun sedang tidak punya uang. Dan mereka merasa
11
malu bila makanan yang disuguhkan atau dibawa pulang oleh para
undangan hanya ala kadarnya.
Mengingat besarnya dana yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan acara atau upacara selamatan bagi arwah yang telah
meninggal, maka sinoman menjadi salah satu alternatif bagi penyelesaian
masalah kekuarangan dana dalam upaya merealisasikan upacara
selamatan tersebut. Bentuk sinoman dalam konteks ini, hampir sama
dengan sinoman hajatan atau duwe gawe, yakni berupa barang-barang
kebutuhan dapur yang diperuntukkan untuk menyuguhi tamu atau
undangan, diantaranya beras, gula, daging, rokok, kelapa dan kebutuhan
dapur lainnya.
E. Eksistensi Tradisi Sinoman dalam Masyarakat
Sebagai sebuah tradisi, sinoman menjadi bagian integral dari
kehidupan masyarakat Desa Bermi Kab. Demak. Ia selalu menjadi bagian
dari hampir setiap aktifitas masyarakat, terutama aktifitas yang
membutuhkan bantuan orang lain. Secara fungsional, tradisi sinoman
dirasakan oleh masyarakat, ia bukan saja bermanfaat bagi setiap anggota
masyarakat secara personal, namun terdapat fungsi lain yang sangat urgen
dalam kehidupan bermasyarakat. Di antara fungsi tradisi sinoman dalam
masyarakat Desa Bermi Kab. Demak, antara lain :
Pertama, Perekat Sosial (Social Integration). Sebagai alat integrasi,
tradisi sinoman mempunyai karakter yang dapat dipahami sebagai tradisi
khas suatu masyarakat. Pertama: tradisi sinoman dapat mengintegrasikan
masyarakat tanpa melihat status sosial masyarakat dalam kehidupan
masyarakat Desa Bermi Kab. Demak. Ia dapat mempertemukan antar
warga masyarakat dalam satu kepentingan seperti membantu orang yang
berhajat. Melalui tradisi ini, dapat bertemu antara yang miskin dan yang
kaya bersama-sama membantu orang yang membutuhkan, sesuai dengan
12
tingkat kemampuan mereka dan melihat kebutuhan atau kepentingan
mereka ke depan. Kedua: tradisi sinoman dapat menjadi salah satu ukuran
atau standar tentang tingkat sosial dari warga masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dari peran tradisi sinoman dalam kehidupan masyarakat Desa
Bermi Kab. Demak yang menempati posisi sebagai tradisi sosial yang erat
dengan kehidupan bermasyarakat. Ia menjadi salah satu tradisi, yang
dapat dijadikan sebagai alat takar, khususnya dalam mengukur apakah
seseorang termasuk warga yang dapat hidup bermasyarakat atau tidak.
Kedua, Penopang Tradisi Agama.Tradisi sinoman merupakan tradisi
yang lahir dari masyarakat yang mempunyai latar belakang keagamaan.
Sebagai masyarakat yang mempunyai latar belakang keagamaan,
masyarakat Desa Bermi Kab. Demak, secara umum mempunyai
pandangan bahwa pelaksanaan tradisi sinoman dalam kehidupan
masyarakat tidak dapat dipisahkan dari kegiatan keagamaan. Ia diyakini
oleh masyarakat sebagai salah satu amal sosial dan dinilainya sebagai
ibadah yang mempunyai makna spiritual. Hal ini nampak, bahwa dalam
melaksanakan sinoman, selalu didahului dengan penyelenggaraan acara
ritual, seperti pembacaan manaqib syekh Abdul Qadir al-Jailani. Sampai
sekarang, mereka meyakini bahwa penyelenggaraan manaqiban dalam
serangkaian kegiatan sinoman merupakan rangkaian yang tidak
terpisahkan, dengan harapan pertolongan Allah akan memudahkan bagi
terealisasinya hajat masyarakat.
Di sisi lain, tradisi sinoman tidak dapat dipisahkan dari sejarah
dakwah Islam dalam masyarakat Desa Bermi Kab. Demak. Ia merupakan
salah satu model pendekatan yang digunakan oleh tokoh-tokoh agama
pada waktu itu, untuk menyebarkan ajaran Islam kepada seluruh lapisan
masyarakat melalui kegiatan sosial, seperti sinoman.
13
F. Karakteristik Motif Spiritual Pelaku Sinoman
Penyelenggaraan sinoman mempunyai karakteristik khas, sebagai
tradisi sosial yang mempunyai nuansa spiritual keagamaan. Beberapa
karakteristik yang dapat dijadikan pijakan untuk menilai karakteristik
spiritual dalam penyelenggaraan tradisi sinoman, di antaranya;
Pertama: terdapat keyakinan pelaku sinoman, bahwa mereka sadar
mengikuti sinoman sebagai bagian dari perintah agama, khususnya
menolong atau membantu orang yang sedang membutuhkan atau
mempunyai hajat adalah diwajibkan oleh agama. Mereka meyakini bahwa
membantu sesamanya dengan ikhlas akan mendatangkan barakah pada
kehidupan keluarga mereka. Sehingga mengikuti sinoman tidak lain adalah
amal ibadah yang mempunyai nilai spiritual yang tinggi.
Karakteristik keagamaan terkait dalam tradisi sinoman nampak
pada dari keyakinan atau persepsi masyarakat Desa Bermi Kab. Demak
dalam mengikuti tradisi sinoman. Bagaimanapun tradisi sinoman adalah
sebuah ibadah agama, tentunya motif seseorang untuk terlibat dalam
tradisi tersebut, berangkat dari keyakinan mereka terhadap ajaran agama.
Kedua: adanya acara ritual dalam serangkaian kegiatan sinoman,
yakni manaqiban yang diselenggarakan sebagai langkah awal dan pembuka
sebelum melakukan sinoman. Manaqiban adalah serangkaian kegiatan do’a
yang dibuka dengan terlebih dahulu membaca sirah atau manaqib Syeh
Abdul Qadir al-Jailani, serta pembacaan tahlil, kemudian ditutup dengan
do’a-do’a. Dalam serangkaian doanya, di samping dibaca do’a manaqib,
juga dibaca do’a ‘akasah, yang diyakini sangat makbul, khususnya untuk
terealisasinya harapan bagi orang yang sedang punya hajat.
Penyelenggaraan ritual manaqiban dalam serangkaian kegiatan
sinoman dalam masyarakat Desa Bermi Kab. Demak, mengindikasikan
bahwa karakteristik spiritualitas nampak dalam keyakinan mereka. Ada
kepercayaan dengan membaca sirah tersebut, karamah wali Syeh Abdul
Qadir al-Jailani akan dapat memberikan barakah bagi kehidupan mereka.
14
Ketiga: peran kyai atau ulama dalam serangkaian penyelenggaraan
tradisi sinoman. Artinya bahwa penyelenggaraan tradisi sinoman terkait
dengan jaringan informal warga masyarakat yang berpusat pada kyai atau
ulama sebagai pemimpin umat sekaligus tokoh dalam masyarakat di
wilayahnya masing-masing. Bagaimanapun kyai merupakan unsur
terpenting dalam setiap penyelenggaraan tradisi sinoman yang sama
pentingnya dalam kegiatan ritual-ritual.
Hal ini tidak dapat dipungkiri, bahwa seluruh warga Desa Bermi
Kab. Demak merupakan warga nahdhiyin. Dalam tradisi warga nahdhiyin,
kyai merupakan tokoh (figur) panutan dalam masyarakat dan ia dititahkan
sebagai pemimpin keagamaan sekaligus pemimpin sosial (umat).
Kepatuhan kepada kyai bagi warga nahdhiyin merupakan keharusan yang
tidak terbantahkan. Apapun yang difatwakan kyai atau ulama diyakini
sebagai solusi terbaik. Sehingga dapat dikatakan bahwa kaum nahdhiyin
adalah komunitas yang mempunyai pandangan ‘serba kyai’, artinya kyai
merupakan elemen terpenting dalam masyarakat dan menjadi rujukan
warga dalam setiap mengambil kebijakan (keputusan).
G. Polarisasi makna Tradisi Sinoman.
Sekalipun telah dipahami bahwa tradisi sinoman mengandung
makna ritual (ibadah) dan sekaligus makna sosial sebagaimana dibahas di
atas, namun beberapa hal nampak munculnya indikasi telah terjadinya
pergeseran nilai sejalan dengan perubahan zaman.
Kondisi krisis ekonomi pasca Orde Baru yang mengakibatkan
naiknya harga-harga barang, biaya hidup makin tinggi membawa pengaruh
langsung pada cara pandang masyarakat Desa Bermi Kab. Demak, termasuk
kemungkinan motif dalam mengikuti sinoman. Tidak dapat dipungkiri
bahwa penyelenggaraan tradisi sinoman mempunyai korelasi dengan
dimensi-dimensi teologis, sosial, politik bahkan ekonomi.
15
Dalam perspektif ekonomi, tradisi sinoman merupakan aktifitas yang
mengandung nilai ekonomi yang signifikan. Karena beberapa keuntungan
materi jelas akan didapatkan, khususnya bagi mereka yang menaruh barang
dan akan menagihnya kembali pada saat ia membutuhkan, sementara nilai
barang telah melonjak tinggi. Gambaran di atas, diakui oleh kebanyakan
responden yang peneliti temui, umumnya mereka mengakui bahwa
mengikuti sinoman mempunyai keuntungan secara materi, khususnya di
saat harga barang fluktuatif dan cenderung naik.
Walapun tanggapan kebanyakan responden menjawab bahwa motif
utama yang mendasari masyarakat mengikuti sinoman adalah dorongan
agama (76,6%), atau motif dapat bersosial (20%), namun menurut para
responden (hampir semuanya responden yang peneliti wawancarai)
membenarkan adanya keuntungan ekonomi dalam mengikuti sinoman,
baik oleh yang menyelenggarakan sinoman maupun partisipan sinoman.
Namun menurut mereka, motif ekonomi bukanlah satu-satunya alasan
untuk seseorang mengikuti tradisi sinoman, sebab cara pandang
masyarakat desa bersifat sederhana serta tidak dapat diklasifikasikan
semata-mata sebagai pertimbangan materialis yang berdasar pada kalkulasi
untung rugi dalam mengikuti tradisi sinoman.
Dari hasil penelusuran dan wawancara terhadap respondenresponden,
nampak bahwa gejala yang nampak dipermukaan, secara
substansial mendudukkan tradisi sinoman mempunyai fungsi-fungsi atau
makna-makna, termasuk fungsi atau makna ekonomi dalam masyarakat
Desa Bermi kab. Demak. Fungsi ekonomi terutama nampak jelas pada
potensinya menjamin ketersediaan dana atau barang yang dibutuhkan
dalam waktu ketika seseorang sedang mempunyai hajat. Sedangkan bagi
partisipan, mengikuti sinoman dengan menaruh barang tertentu pada
penyelenggara sinoman, merupakan bagian dari persiapan atau tabungan,
16
untuk kepentingan pada waktu mendatang, tentunya dengan barang
semisal yang nilai harganya lebih tinggi.
Keuntungan-keuntungan yang dirasakan langsung oleh
penyelenggara maupun partisipan tradisi sinoman dalam konteks dan
perspektif tertentu merupakan efek langsung yang tidak dapat diabaikan
dari sistem tradisi sinoman. Jaminan ketersediaan dana atau barang yang
dibutuhkan bagi penyelenggara sinoman dan kemungkinan kelebihan
harga dari barang yang dititipkan oleh para partisipan merupakan efek
ekonomi yang khas dan melengkapi makna atau fungsi spiritual maupun
sosial yang melekat dalam penyelenggaraan tradisi sinoman masyarakat
Desa Bermi Kab. Demak.
Akhirnya, penelitian ini dalam batas tertentu dapat menangkap
terjadinya polarisasi makna dalam tradisi sinoman dari tradisi yang
bersendikan makna spiritual keagamaan dalam perspektif historisnya
kepada tradisi yang menjanjikan keuntungan-keuntungan materi,
khususnya dalam kondisi krisis ekonomi seperti yang sekarang ini.
H. KESIMPULAN
Dari temuan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tradisi sinoman adalah tradisi sosial yang mengandung dimensi-dimensi
spiritual. Indikasinya adalah motif spiritualitas dari pelaku sinoman dan
kegiatan ritual spiritualitas (manaqiban) menjadi bagian integral dalam
penyelenggaraan sinoman.
2. Tradisi Sinoman merupakan bagian integral dari setiap aktifitas
masyarakat, terutama aktifitas yang membutuhkan bantuan orang lain.
Keberadaan tradisi sinoman dalam masyarakat Desa Bermi Kab. Demak
mempunyai fungsi sebagai alat integrasi sosial serta penopang dakwah
agama.
17
3. Fungsi ekonomi Tradisi Sinoman, nampak pada potensinya menjamin
ketersediaan dana atau barang yang dibutuhkan ketika seseorang
mempunyai hajat. Sedangkan bagi partisipan sinoman, merupakan
bagian dari tabungan, untuk kepentingan waktu mendatang. Akhirnya,
dalam batas tertentu dapat ditangkap terjadinya polarisasi makna tradisi
sinoman dari tradisi yang bersendikan makna spiritual keagamaan dalam
perspektif historisnya kepada tradisi yang menjanjikan keuntungankeuntungan
materi.
DAFTAR PUSTAKA
Bernstein, A., Douglas, Essentials of Psychology, New York: Houghton Mifflin,
1999.
Dlofier, Zamakhsari, Tradisi Pesantren, LP3ES, Jakarta, 1990.
Eposito, L., John, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic, (World, New
York, 1995).
Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, (Jakarta: Gramedia, 1990).
Geertz, Clifford, The Religion of Java, (Chicago: The University of Chocago Press),
1976
Goode & Hatt, Methods in Social Research, (Tokyo: Mc Graw-Hill Kogakhusa
Ltd., 1952).
Hardjowirogo, Marbangun, Adat Istiadat Jawa, (Bandung: Patma), t.t.
J.K., David, Filsafat Jawa, (Jakarta: Airlangga), 1986.
Jong, De, Salah satu sikap hidup orang jawa, (Yogyakarta: Kanisius), 1976.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984)
--------------------, Metode-Metode penelitian masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1997)
Muhadjir, metodologi penelitian kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996).
Mulder, Niels, kebatinan dan kehidupan sehari-hari orang jawa, edisi terjemahan,
(Jakarta: Gramedia, 1983).
Nasikun, DR., Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995).
Nottingham, K., Elizabeth, Agama dan Masyarakat (Suatu Pengantar Sosiologi
Agama), (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 1997
18
Parsons, Talcott dan Shils, A., Edward, Toward A General theory of Action, 1962
Pemerintah Kabupaten Demak, Buku Isian Data Dasar Profil Desa, 2000
Roland Alan Lukens Bull, A Peacefull Jihad: Javanese Islamic Education and
Religious Identity Construction, (Arizona: Arizona State University, 1997 ).
Shadily, Hassan, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta : Bina Aksara,
1983)
Siswanto, Joko, Sistem Metafisika Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998).
Soedarsono dkk., Beberapa Aspek Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Javanologi, 1986)
Soetandya, Globalisasi : Apa yang perlu kita ketahui ?, Makalah, 1997
Suseno, Magnis, Franz, Etika Jawa, (Yogyakarta: Gramedia, 1993)
Tart, T., Charles, Transpersonal Psychologies, (New York : Happer & Row , 1969)
Veeger, K.J., 1986, Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas hubungan individu
masyarakat dalam cakrawala sejarah sosiologi, (Jakarta: Gramedia, 1999)
Woodward, R., Mark, Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan,
(Yogyakarta: LkiS, 1999)
Yusuf, Effendi, Slamet, et.al., Dinamika Kaum Santri : Menelusuri Jejak &
Pergolakan Internal NU, (Jakarta: Rajawali, 1983).