UU No 36 Tentang Telekomunikasi
UU no. 36 tentang Telekomunikasi ,
Azas, Tujuan telekomunikasi, Penyelenggaraan telekomunikasi, Penyidikan,
Sanksi administrasi, dan Ketentuan pidana
Dibuat nya Undang Undang No 36 tentang telekomunikasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan salah satunya adalah
Bahwa
penyelenggara komunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan
pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan
hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa
BAB IV
PENYELENGGARAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
1) Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi:
- penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
- penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
- penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
2) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- melindungi kepentingan dan keamanan negara;
- mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;
- dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
- peran serta masyarakat.
Bagian Kedua
Penyelenggara
Pasal 8
1) Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat
dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
- Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
- badan usaha swasta; atau
- koperasi.
2) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, dapat dilakukan oleh:
- perseorangan;
- instansi pemerintah;
- badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
3) Ketentuan
mengenai penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi.
2) Penyelenggara
jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam
menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa
jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
3) Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk:
- keperluan sendiri;
- keperluan pertahanan keamanan negara;
- keperluan penyiaran.
4) Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a,
terdiri dari penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan:
- perseorangan;
- instansi pemerintah;
- dinas khusus;
- badan hukum.
5) Ketentuan
mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Larangan Praktek Monopoli
Pasal 10
1) Dalam
penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat di antara penyelenggara telekomunikasi.
2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Perizinan
1) Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan setelah mendapat izin dari Menteri.
2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan:
- tata cara yang sederhana;
- proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif; serta
- penyelesaian dalam waktu yang singkat.
3) Ketentuan
mengenai perizinan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Penyelenggara dan Masyarakat
Pasal 12
1) Dalam
rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan
telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau
melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai
Pemerintah.
2) Pemanfaatan
atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), berlaku pula terhadap sungai, danau, atau laut, baik
permukaan maupun dasar.
3) Pembangunan,
pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan
dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13
Penyelenggara
telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan atau
bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian,
atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan
di antara para pihak.
Pasal 14
Setiap
pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan
jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
1) Atas
kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang
menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan
tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.
2) Penyelenggara
telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa
kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau
kelalaiannya.
3) Ketentuan
mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
1) Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.
2) Kontribusi pelayanan universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk
penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain.
3) Ketentuan kontribusi pelayanan universal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi
wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip:
a. perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna;
b. peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan
c. pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana.
Pasal 18
1) Penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa
telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
2) Apabila
pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib
memberikannya.
3) Ketentuan
mengenai pencatatan/perekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih
jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi.
Pasal 20
Setiap
penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk
pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang
menyangkut:
a. keamanan negara;
b. keselamatan jiwa manusia dan harta benda;
c. bencana alam;
d. marabahaya; dan atau
e. wabah penyakit.
Pasal 21
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan
telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum.
Pasal 22
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a. akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
b. akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
c. akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
Bagian Keenam
Penomoran
Pasal 23
1) Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi ditetapkan dan digunakan sistem penomoran.
2) Sistem penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 24
Permintaan
penomoran oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi diberikan berdasarkan sistem penomoran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 23.
Bagian Ketujuh
Interkoneksi dan Biaya Hak Penyelenggaraan
Pasal 25
1) Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan
interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
2) Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi
apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
3) Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan prinsip:
- pemanfaatan sumber daya secara efisien;
- keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi;
- peningkatan mutu pelayanan; dan
- persaingan sehat yang tidak saling merugikan.
4) Ketentuan
mengenai interkoneksi jaringan telekomunikasi, hak dan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
1) Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi
yang diambil dari prosentase pendapatan.
2) Ketentuan
mengenai biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
T a r i f
Pasal 27
Susunan
tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau tarif
penyelenggaraan jasa telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
Besaran
tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan
atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Telekomunikasi Khusus
Pasal 29
1) Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf
a dan huruf b, dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara
telekomunikasi lainnya.
2) Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf
c, dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya
sepanjang digunakan untuk keperluan penyiaran.
Pasal 30
1) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi
belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka penyelenggara
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf
a, dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan
huruf b setelah mendapat izin Menteri.
2) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi
sudah dapat menyediakan akses di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), maka penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud tetap dapat
melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi.
3) Syarat-syarat untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
1) Dalam
keadaan penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan
keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b
belum atau tidak mampu mendukung kegiatannya, penyelenggara
telekomunikasi khusus dimaksud dapat menggunakan atau memanfaatkan
jaringan telekomunikasi yang dimiliki dan atau
digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi lainnya.
2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesepuluh
Perangkat Telekomunikasi,
Spektrum Frekuensi Radio, dan Orbit Satelit
Pasal 32
1) Perangkat
telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan
atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan
persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2) Ketentuan
mengenai persyaratan teknis perangkat telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
1) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.
2) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan
peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum
frekuensi radio dan orbit satelit.
4) Ketentuan
penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang digunakan
dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
1) Pengguna
spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan frekuensi,
yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita
frekuensi.
2) Pengguna orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.
3) Ketentuan mengenai biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
1) Perangkat
telekomunikasi yang digunakan oleh kapal berbendera asing dari dan ke
wilayah perairan Indonesia dan atau yang dioperasikan di wilayah
perairan Indonesia, tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
2) Spektrum
frekuensi radio dilarang digunakan oleh kapal berbendera asing yang
berada di wilayah perairan Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
- untuk
kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda,
bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keamanan lalu
lintas pelayaran; atau
- disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi; atau
- merupakan
bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas
bergerak pelayaran.
3) Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
1) Perangkat
telekomunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan
ke wilayah udara Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
2) Spektrum
frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari
dan ke wilayah udara Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
- untuk
kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda,
bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keselamatan lalu
lintas penerbangan; atau
- disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi; atau
- merupakan
bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas
bergerak penerbangan.
3) Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
Pemberian
izin penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan spektrum
frekuensi radio untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan
dengan memperhatikan asas timbal balik.
Bagian Kesebelas
Pengamanan Telekomunikasi
Pasal 38
Setiap
orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan
fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.
Pasal 39
1) Penyelenggara
telekomunikasi wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap
instalasi dalam jaringan telekomunikasi yang digunakan untuk
penyelenggaraan telekomunikasi.
2) Ketentuan pengamanan dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 40
Setiap
orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang
disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Pasal 41
Dalam
rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas
permintaan pengguna jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib melakukan perekaman pemakaian fasilitas
telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi dan
dapat melakukan perekaman informasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 42
1) Penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau
diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.
2) Untuk
keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi
dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh
penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang
diperlukan atas:
- permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
- permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang- undang yang berlaku.
3) Ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian rekaman informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
Pemberian
rekaman informasi oleh penyelenggara jasa telekomunikasi kepada
pengguna jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan
untuk kepentingan proses peradilan pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2), tidak merupakan pelanggaran Pasal 40.